![]() |
China mengerahkan 74 pesawat militer ke dekat Taiwan, tak lama setelah kunjungan delegasi AS ke Taipei. Ketegangan kawasan meningkat tajam. (Foto: AFP) |
Puluhan jet tempur China kembali mendekati Taiwan dalam skala terbesar dalam beberapa bulan terakhir. Pada Kamis, 20 Juni 2025, Kementerian Pertahanan Taiwan melaporkan bahwa 74 pesawat militer China dikerahkan menuju wilayah sekitarnya — dengan 61 di antaranya melintasi garis median di Selat Taiwan. Ini disebut sebagai salah satu aksi paling agresif sejak latihan besar-besaran Oktober 2024.
Langkah tersebut langsung memicu respons militer Taiwan. Pemerintah Taiwan mengerahkan pesawat tempur, kapal perang, dan sistem rudal darat untuk memantau pergerakan militer China.
"Ini bukan sekadar unjuk kekuatan. Ini bagian dari strategi tekanan psikologis dan kelelahan militer terhadap Taiwan," kata Collin Koh, peneliti keamanan maritim dari S. Rajaratnam School of International Studies (RSIS).
Peristiwa ini terjadi hanya tiga hari setelah delegasi Kongres AS, yang dipimpin oleh Anggota DPR Ami Bera, bertemu dengan Menteri Pertahanan Taiwan Wellington Koo di Taipei pada 17 Juni 2025. Mereka juga sempat bertemu Presiden Taiwan Lai Ching-te sehari sebelumnya.
Kunjungan ini dianggap Beijing sebagai pelanggaran prinsip “Satu China”. Juru bicara Kementerian Luar Negeri China langsung mengecam kunjungan tersebut dan memperingatkan akan ada “konsekuensi serius”.
Tak hanya itu, dua kapal perang asing juga baru saja melewati Selat Taiwan: HMS Spey milik Inggris pada 18 Juni, dan JS Takanami milik Jepang pada 12 Juni.
Beijing menganggap patroli ini sebagai bentuk "provokasi asing" di wilayah yang mereka klaim sebagai perairan kedaulatan nasional.
Dengan meningkatnya intensitas patroli udara dan laut di sekitar Taiwan, para analis menyebut situasi saat ini sebagai “eskalasi terkalkulasi” dari Beijing.
“China memanfaatkan momen ketika perhatian global mungkin terfokus pada ketegangan AS-Iran, untuk menguji respons Taiwan dan komunitas internasional,” ujar Bonnie Glaser, Direktur Asia Program di German Marshall Fund.
Taiwan sendiri menanggapi dengan meningkatkan kesiapan tempurnya. Presiden Lai memerintahkan peningkatan pemantauan dan memperingatkan bahwa militer Taiwan siap mempertahankan wilayahnya jika diperlukan.
"Kami melihat adanya risiko nyata bahwa kejadian seperti ini bisa memicu konflik tidak disengaja di kawasan," ujar seorang pejabat senior di Kementerian Pertahanan Jepang yang tak mau disebut namanya kepada NHK.
Salah satu titik panas dalam konflik ini adalah perdebatan tentang status Selat Taiwan. China menyatakan perairan itu berada di bawah kedaulatannya, sementara AS, Jepang, Inggris, dan negara-negara Barat lainnya menegaskan Selat Taiwan adalah perairan internasional.
“Selama posisi ini belum disepakati, setiap pergerakan kapal asing akan terus memicu respons militer dari China,” jelas Euan Graham, pakar geopolitik Indo-Pasifik dari International Institute for Strategic Studies (IISS).
Para analis memperkirakan bahwa aksi serupa dari China akan terus terjadi, apalagi jika Taiwan terus memperkuat hubungan militernya dengan Barat.
Taiwan sendiri sedang mempercepat modernisasi alutsista, termasuk pengadaan sistem pertahanan rudal dan armada tempur laut.
Sementara itu, Amerika Serikat dilaporkan tengah menyiapkan paket bantuan militer tambahan senilai lebih dari US$ 500 juta untuk Taiwan, sebagai bagian dari upaya memperkuat mitra strategisnya di Asia Timur, terutama menghadapi dominasi Beijing.
“Kita sedang menyaksikan perlombaan strategi di Selat Taiwan. Jika komunikasi militer tidak diperkuat, risiko insiden bisa meningkat drastis,” tutup Koh dari RSIS.
0Komentar