Pembangunan pusat data (data center) berskala besar di Indonesia kembali jadi sorotan. Kali ini datang dari Edgnex Data Centers by DAMAC, perusahaan asal Dubai yang merupakan bagian dari DAMAC Group milik miliarder Hussain Sajwani. Nilai investasinya tak main-main: US$2,3 miliar atau sekitar Rp37 triliun.
Proyek ini akan dibangun di lahan seluas 12 hektare di kawasan industri Cikarang, Jawa Barat, dengan kapasitas energi hingga 144 megawatt (MW), menjadikannya salah satu pusat data terbesar di Indonesia yang dirancang khusus untuk mendukung infrastruktur kecerdasan buatan (AI).
Fase awal proyek ditargetkan rampung pada Desember 2026 dan akan terus berkembang hingga 2028. Lokasi ini menjadi fasilitas kedua Edgnex di Indonesia setelah pusat data pertamanya di MT Haryono, Jakarta, yang memiliki kapasitas 19,2 MW.
Fasilitas di Cikarang akan mendukung rak berdensitas tinggi dengan desain efisiensi energi yang kompetitif, memiliki Power Usage Effectiveness (PUE) 1,32—angka yang menunjukkan efisiensi pemakaian daya listrik yang tergolong baik dalam industri pusat data global.
Menteri Komunikasi dan Digital (Komdigi), Meutya Hafid, menyebut kehadiran Edgnex sebagai sinyal kuat kepercayaan investor global terhadap ekosistem digital nasional.
“Data center adalah bagian dari tulang punggung transformasi digital Indonesia. Kehadiran Edgnex kami pandang sebagai sinyal positif terhadap meningkatnya kepercayaan investor global terhadap ekosistem digital di tanah air,” kata Meutya, Kamis (19/6/2025).
Ia juga menambahkan bahwa proyek ini diharapkan memberi manfaat nyata ke masyarakat luas, termasuk mendukung digitalisasi UMKM dan pemanfaatan AI untuk sektor pangan, perikanan, dan kesehatan.
Saat ini, kapasitas pusat data Indonesia tercatat 290 MW, naik dari 180 MW di awal pemerintahan Prabowo-Gibran.
Angka itu masih tertinggal dari Malaysia (400 MW) dan jauh di bawah Singapura yang diperkirakan mencapai 1.000 MW.
Namun pemerintah menargetkan kapasitas melonjak ke 900 MW pada akhir 2025, dengan kebutuhan jangka pendek dalam dua tahun ke depan diperkirakan menyentuh 1,5–2 gigawatt (GW).
“Pemerintah juga akan terus membuka seluas-luasnya untuk investasi baru. Karena proyeksi kebutuhan pusat data mencapai 1,5–2 GW dalam dua tahun ke depan,” ujar Meutya.
Secara teknis, pusat data Edgnex ini akan dibangun mengikuti standar global Tier III atau lebih tinggi. Artinya, pusat data dirancang untuk tahan terhadap gangguan listrik atau teknis dengan downtime minimal.
Dari sisi operasional, investasi ini tidak hanya akan menciptakan ribuan lapangan kerja dalam fase konstruksi dan operasional, tetapi juga akan mengakselerasi adopsi cloud dan AI oleh pelaku industri dan startup lokal.
Dari kacamata bisnis, DAMAC Group memproyeksikan ekspansi besar-besaran di Asia Tenggara.
Menurut Forbes, grup ini telah menanamkan lebih dari US$3 miliar di kawasan ini dan menargetkan total kapasitas operasional sebesar 300 MW pada 2026.
Proyek di Cikarang diarahkan ke pasar hyperscale, dengan target utama adalah penyedia layanan cloud raksasa dan perusahaan teknologi berbasis AI.
Dampaknya ke ekonomi digital Indonesia cukup signifikan. Infrastruktur baru ini dapat menjadi tulang punggung ekonomi digital yang tumbuh rata-rata 5% per tahun, sekaligus meningkatkan daya saing UMKM di pasar global melalui akses teknologi cloud dan AI yang lebih terjangkau.
Selain itu, sektor-sektor penting seperti pertanian dan kesehatan diproyeksikan mulai mengadopsi teknologi berbasis AI untuk analisis data, prediksi cuaca, diagnosis medis, hingga efisiensi distribusi pangan.
Meski demikian, tantangan tetap mengintai. Dengan kapasitas 144 MW, proyek ini akan meningkatkan permintaan listrik secara signifikan.
Sementara itu, target nasional 2 GW berarti sektor energi harus bersiap menghadapi tekanan baru, baik dari sisi pembangkitan maupun distribusi.
Isu lingkungan seperti penggunaan lahan dan jejak karbon juga menjadi perhatian di tengah komitmen Indonesia untuk transisi energi bersih.
Di sisi regulasi, pemerintah didorong agar mampu menciptakan kebijakan yang akomodatif bagi investor asing namun tetap menjamin keberlanjutan dan keamanan data nasional.
Persaingan regional pun kian ketat, terutama dari Malaysia dan Singapura yang telah lebih dulu mengembangkan infrastruktur digital canggih dan regulasi ramah investor.
Menurut Nikkei Asia, Indonesia memang tengah mengejar ketertinggalan itu, dan investasi seperti Edgnex akan mempercepat posisi RI sebagai pusat digital utama di Asia Tenggara.
Bahkan laporan Mordor Intelligence memperkirakan pasar pusat data Indonesia akan tumbuh hingga 2.110 MW pada 2030.
“Indonesia’s data center market is catching up with regional peers, driven by foreign investments like Edgnex’s $2.3 billion project,” tulis Nikkei.
Kehadiran Edgnex mempertebal optimisme pemerintah. “Kami berharap tingkat kepercayaan investor—baik dari dalam maupun luar negeri—terus meningkat untuk mendukung ekosistem infrastruktur digital nasional yang tangguh dan inklusif,” ujar Meutya.
Jika proyek ini terealisasi sesuai jadwal, Indonesia tak hanya sekadar menjadi pasar konsumsi digital, tapi juga pemain utama dalam infrastruktur teknologi global.
0Komentar