Bursa Efek Indonesia sedang mengkaji perubahan satuan lot saham dari 100 menjadi 1 lembar. Rencana ini bertujuan meningkatkan akses investor ritel dan menyesuaikan praktik bursa global. (JIBI/Bisnis/Arief Hermawan P)

Bursa Efek Indonesia (BEI) tengah mengkaji perubahan besar dalam sistem perdagangan saham: mengubah satuan lot dari 100 lembar menjadi 50 atau bahkan 1 lembar per lot. Rencana ini masih dalam tahap survei hingga 26 Juni 2025, tapi sudah menimbulkan perdebatan hangat di kalangan investor dan pelaku pasar.

Perubahan ini berpotensi mengubah wajah pasar modal Indonesia secara signifikan, terutama bagi investor ritel. 

Jika jadi diterapkan, saham-saham dengan harga tinggi seperti BBCA, UNVR, atau GGRM bisa diakses hanya dengan modal puluhan ribu rupiah saja.

Kabar ini pertama kali mencuat lewat blast chat yang tersebar di grup WhatsApp pelaku pasar pada 18 Juni 2025. 

Pesan itu berisi undangan resmi dari BEI kepada para stakeholder untuk mengisi survei terkait penyesuaian satuan lot saham melalui tautan https://bit.ly/idxlotsize2025.

Dalam isi surat yang dikutip Apluswire, BEI menyebut survei ini bertujuan “meningkatkan kenyamanan transaksi saham dan mendukung kemudahan akses investor ritel.”

Survei berlangsung dari 16 hingga 26 Juni 2025 dan dilakukan secara online. BEI juga menjamin kerahasiaan identitas responden.


Mengapa BEI Ingin Mengubah Lot Saham?

Perubahan ini bukan yang pertama. Pada 2014, BEI pernah menurunkan lot saham dari 500 menjadi 100 lembar. Tujuannya sama: memperluas akses investor ritel dan mendorong likuiditas.

Kini, alasan serupa kembali diangkat. Mengutip laporan Investing.com, BEI ingin mengikuti praktik bursa global seperti London dan Korea Selatan, yang sudah memungkinkan transaksi satuan saham per lembar.

BEI juga mempertimbangkan kondisi geografis dan ekonomi investor di daerah, terutama Indonesia Timur, yang kesulitan menjangkau saham blue chip karena modal yang besar.


Dampaknya ke Investor dan Pasar Modal

Jika perubahan ini diterapkan, investor ritel dan pemula menjadi pihak yang paling diuntungkan. Mereka bisa membeli saham mahal seperti BCA (harga di atas Rp9.000 per lembar) tanpa perlu modal jutaan rupiah. 

Ini akan menurunkan hambatan masuk dan membuka peluang diversifikasi portofolio.

Namun, di sisi lain, perubahan ini juga bisa memicu risiko tingginya volatilitas harga saham. Volume transaksi bisa melonjak, tapi fragmentasi pasar juga bisa meningkat.

“Jika lot saham jadi satu lembar, akan ada peningkatan frekuensi transaksi yang signifikan. Tapi risiko lonjakan order kecil-kecil juga bisa membebani sistem perdagangan,” kata Reza Priyambada, analis pasar modal senior.

Sementara itu, pelaku industri sekuritas juga perlu melakukan penyesuaian teknis di sisi sistem, layanan, dan edukasi nasabah.


BEI Belum Pasti Terapkan Tahun Ini

Meskipun survei sedang berjalan, pelaksanaan kebijakan ini belum akan terjadi dalam waktu dekat.

Menurut pernyataan dari Direktur BEI kepada Warta Ekonomi, fokus utama BEI pada 2025 adalah pengembangan sistem perdagangan baru yang lebih canggih. 

Perubahan lot saham bisa dilakukan setelah sistem tersebut siap mendukung transaksi dengan satuan lebih kecil.

“Ini masih tahap kajian dan kami ingin mengumpulkan masukan sebanyak mungkin dari pelaku pasar. Kami tidak akan terburu-buru karena harus mempertimbangkan aspek teknis dan stabilitas pasar.” kata sumber internal BEI yang enggan disebutkan namanya.

Jika diterapkan, sistem satuan saham per lembar bisa menjadi game changer bagi pasar modal RI. Ini bisa memperluas basis investor aktif dan meningkatkan inklusivitas, sesuai dengan target OJK untuk menumbuhkan jumlah investor ritel dalam negeri.

Namun analis menekankan perlunya filter agar saham gorengan tidak makin liar jika transaksi jadi sangat murah.

“Satu sisi bagus untuk inklusi, tapi risiko euforia juga tinggi. Bursa harus siapkan mekanisme penyeimbang agar tidak jadi ajang spekulasi liar,” kata Bima Yudhistira, Direktur CELIOS.

Rencana penyesuaian lot saham dari 100 lembar menjadi 50 atau bahkan 1 lembar sedang dikaji serius oleh BEI melalui survei publik. 

Tujuannya adalah untuk meningkatkan akses investor ritel, likuiditas, dan inklusi pasar modal.

Meski demikian, kebijakan ini belum akan diterapkan pada 2025 karena BEI tengah mengembangkan sistem perdagangan baru. 

Investor disarankan mengikuti perkembangan melalui kanal resmi BEI dan terus memperhatikan respons pelaku pasar terhadap rencana ini.