![]() |
Foto Ilustrasi. (Bangkok Post) |
Thailand kembali menghadapi ancaman serius dari COVID-19 setelah mencatat lonjakan 33.589 kasus baru hanya dalam lima hari terakhir, disertai dengan tiga kematian. Peningkatan ini dipandang oleh para ahli sebagai sinyal awal dari wabah yang lebih besar dan memperkuat kekhawatiran bahwa pandemi belum sepenuhnya terkendali.
Meskipun angka kematian tampak rendah—antara 0,01% hingga 0,03%—para epidemiolog mengingatkan bahwa ketika infeksi menyebar ke ratusan ribu orang, jumlah korban jiwa sesungguhnya bisa mencapai tiga kali lipat dari data resmi.
Salah satu isu yang memicu kekhawatiran adalah kurang akuratnya pelaporan kasus oleh otoritas kesehatan Thailand. Data yang diumumkan oleh Departemen Pengendalian Penyakit tidak mencakup individu yang terinfeksi tetapi belum menjalani perawatan di rumah sakit.
Akibatnya, terjadi penundaan pelaporan yang dapat menyebabkan lonjakan mendadak dalam angka mingguan setelah data dilengkapi. Fenomena ini mempersulit pemantauan dinamika penyebaran virus secara real-time dan membuka ruang bagi pengambilan keputusan yang terlambat.
Sejumlah kalangan juga menyoroti respons pemerintah yang dianggap kurang sigap dalam mengantisipasi lonjakan ini. Pelonggaran kebijakan kesehatan publik dalam beberapa bulan terakhir, termasuk berkurangnya kampanye edukasi dan lemahnya pengawasan penggunaan masker di ruang publik, disebut-sebut turut memicu penyebaran lebih luas.
Dibandingkan dengan negara-negara tetangga seperti Indonesia dan Malaysia yang masih mempertahankan sistem peringatan dini dan vaksinasi penguat (booster) secara aktif, respons Thailand dinilai belum optimal.
Dampak dari lonjakan ini tidak hanya terbatas pada aspek kesehatan. Rumah sakit mulai menunjukkan tanda-tanda peningkatan okupansi, terutama untuk kelompok rentan seperti lansia dan penderita penyakit kronis.
Selain itu, beban ekonomi yang ditimbulkan oleh peningkatan kasus—baik dari sisi tenaga kesehatan yang kembali kewalahan hingga turunnya aktivitas ekonomi—mengancam memperlambat pemulihan yang selama ini mulai terbentuk.
Narasi yang beredar di masyarakat turut memperburuk keadaan. Di media sosial Thailand, misinformasi yang menyamakan COVID-19 dengan flu musiman terus menyebar, menyebabkan sebagian warga mengabaikan tindakan perlindungan dasar.
Padahal, para ahli menegaskan bahwa virus corona memiliki dinamika penularan dan potensi komplikasi yang jauh lebih kompleks. Ketika perilaku protektif menurun, virus memiliki celah untuk menyebar lebih cepat, menghasilkan lebih banyak kasus, dan pada akhirnya meningkatkan risiko kematian secara keseluruhan.
Di tengah kekacauan informasi ini, seruan dari komunitas medis dan akademisi menjadi semakin penting. Mereka mengingatkan publik untuk tetap mengandalkan sumber terpercaya dan mengikuti panduan kesehatan yang telah terbukti efektif.
“Percayalah pada apa yang layak dipercayai... Jangan menjadi mangsa sumber yang menyesatkan. Tetaplah terlindungi,” demikian imbauan yang terus digaungkan.
Wabah ini adalah pengingat bahwa pandemi belum selesai. Data bisa tertunda, kebijakan bisa melonggar, tetapi virus tetap bergerak. Waspada, disiplin, dan informasi yang akurat adalah benteng terbaik yang kita miliki saat ini.
0Komentar