![]() |
Harvard University. (Foto: Bloomberg) |
Langkah kontroversial pemerintahan Donald Trump kembali menjadi sorotan dunia pendidikan. Baru-baru ini, pemerintah AS mencabut sertifikasi Harvard University untuk menerima mahasiswa internasional. Kebijakan ini didasarkan pada tuduhan bahwa universitas tersebut memfasilitasi kekerasan, antisemitisme, dan memiliki koneksi dengan Partai Komunis Tiongkok.
Tidak hanya menghalangi penerimaan baru, kebijakan ini juga mengancam deportasi ribuan mahasiswa asing yang sudah terdaftar — memicu kekhawatiran global.
Namun, tekanan hukum segera datang. Harvard menggugat pemerintah federal, menilai kebijakan tersebut melanggar konstitusi. Pengadilan distrik AS akhirnya menangguhkan sementara larangan tersebut, dengan sidang lanjutan dijadwalkan pada akhir Mei 2025.
Kebijakan ini menimbulkan kepanikan di kalangan lebih dari 6.800 mahasiswa internasional Harvard — sekitar 27% dari total populasi kampus. Beberapa mahasiswa bahkan mempertimbangkan untuk pindah ke universitas di Hong Kong, yang secara terbuka menawarkan tempat bagi mereka.
Pemerintah Tiongkok mengkritik keras kebijakan ini, menyebutnya sebagai langkah yang merusak reputasi AS sebagai pusat pendidikan global. "Kerja sama pendidikan seharusnya tidak dipolitisasi," tegas salah satu juru bicara kementerian luar negeri Tiongkok.
Harvard sendiri mengecam kebijakan ini sebagai "tindakan balasan yang tidak sah," dan menegaskan komitmennya untuk melindungi komunitas internasional di kampus.
Meski kini menghadapi tantangan, Harvard tetap memiliki pengaruh kuat dalam membentuk pemimpin global — termasuk dari Indonesia. Empat alumni berikut merupakan contoh kontribusi besar lulusan Harvard dalam panggung nasional:
Agus Harimurti Yudhoyono (AHY)
Lulusan Master in Public Policy dari Harvard Kennedy School, AHY kini menjabat sebagai Menteri dan Ketua Umum Partai Demokrat. Pendidikan di Harvard memperkaya perspektif kebijakan publiknya pasca karier militer.
Stella Christie
Menyelesaikan studi Psikologi dengan predikat Magna Cum Laude, Stella kini menjabat sebagai Wakil Menteri Pendidikan Tinggi. Ia dikenal menggabungkan riset psikologi dengan perumusan kebijakan pendidikan, termasuk menjalin kerja sama akademik dengan Tiongkok.
Nadiem Makarim
Meraih gelar MBA dari Harvard Business School, Nadiem mendirikan Gojek dan kemudian menjabat sebagai Menteri Pendidikan. Ia berperan besar dalam digitalisasi sistem pendidikan Indonesia melalui program Merdeka Belajar.
Belva Devara
Pemegang gelar ganda MPA dari Harvard dan MBA dari Stanford, Belva mendirikan Ruangguru — platform pendidikan daring yang menjangkau jutaan pelajar. Ia sempat menjadi staf khusus presiden sebelum mengundurkan diri.
Kebijakan pelarangan ini merupakan bagian dari upaya lebih luas pemerintahan Trump untuk menekan universitas yang dituding mengusung ideologi “woke” dan antisemitisme. Sebelumnya, pemerintah juga membekukan dana hibah senilai US$2,2 miliar untuk Harvard.
Gugatan Harvard menyebut bahwa larangan tersebut melanggar Amandemen Pertama Konstitusi AS, yang menjamin kebebasan akademik dan kebebasan berbicara.
Meski kini ditangguhkan, nasib jangka panjang mahasiswa asing di AS masih menggantung — menimbulkan pertanyaan besar tentang arah kebijakan pendidikan tinggi Amerika ke depan.
Dari AHY hingga Nadiem, alumni Indonesia dari Harvard telah memberikan kontribusi nyata bagi bangsa. Namun krisis yang tengah melanda kampus tempat mereka pernah belajar mencerminkan risiko geopolitik dalam pendidikan global.
Keputusan AS untuk membatasi akses mahasiswa asing bisa berakibat panjang terhadap reputasi dan daya saing akademik negara tersebut — sekaligus membuka peluang bagi negara lain, termasuk Indonesia, untuk menjadi pusat pendidikan alternatif yang inklusif dan terbuka.
0Komentar