![]() |
Indonesia dan Tiongkok teken 4 MoU strategis di bidang keuangan, perdagangan, industri, dan investasi demi memperkuat kerja sama ekonomi bilateral. (ANTARA FOTO/Galih Pradipta) |
Indonesia dan Tiongkok menandatangani empat nota kesepahaman (MoU) penting sebagai langkah konkret mempererat kemitraan ekonomi bilateral. Penandatanganan ini dilakukan dalam kunjungan resmi Perdana Menteri Tiongkok Li Qiang ke Jakarta, dan disaksikan langsung oleh Presiden RI Prabowo Subianto.
Kesepakatan ini menandai fase baru dalam hubungan kedua negara, yang tidak hanya fokus pada volume perdagangan, tetapi juga menekankan pada integrasi kebijakan, penguatan mata uang lokal, dan pembangunan kawasan industri bersama.
Empat Pilar Kerja Sama Baru
Transaksi Mata Uang Lokal (LCT)
Bank Indonesia dan Bank Sentral Tiongkok (PBoC) sepakat membentuk kerangka kerja untuk mendukung perdagangan bilateral menggunakan rupiah dan yuan. Tujuannya adalah mengurangi ketergantungan pada dolar AS, sekaligus memperkuat stabilitas sistem keuangan kedua negara di tengah volatilitas global.
Sinkronisasi Kebijakan Ekonomi
Dewan Ekonomi Nasional Indonesia (DEN) dan Komisi Pembangunan dan Reformasi Nasional Tiongkok (NDRC) akan menyelaraskan kebijakan pembangunan berkelanjutan. Ini mencerminkan semangat kooperatif dalam menghadapi tantangan ekonomi global seperti dekarbonisasi, transformasi digital, dan ketahanan pangan.
Integrasi Rantai Pasok dan Industri
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Indonesia dan Kementerian Perdagangan Tiongkok berkomitmen memperkuat sinergi industri dan membangun rantai pasok yang tangguh. Ini penting mengingat meningkatnya kebutuhan akan diversifikasi sumber produksi akibat ketegangan geopolitik.
Program Twin Parks
Inisiatif "Two Countries Twin Parks" melibatkan pengembangan kawasan industri terpadu antara Indonesia dan Provinsi Fujian, Tiongkok. Program ini membuka peluang investasi baru, sekaligus menjembatani manufaktur kedua negara.
Kerja Sama Lintas Sektor
Selain empat MoU utama, disepakati pula sejumlah bidang kerja sama tambahan, antara lain:
Pariwisata: Promosi wisata kedua negara akan diperkuat melalui kemitraan antar kementerian terkait.
Pertanian dan Ekspor Pangan: Protokol karantina dan ekspor akan disederhanakan untuk memperlancar distribusi produk pertanian.
Pengobatan Tradisional: Kolaborasi dalam riset dan regulasi pengobatan tradisional akan dijajaki.
Investasi Strategis: Kerja sama antara Badan Pengelola Investasi Indonesia (BPI) dan China Investment Corporation berpotensi mendanai proyek-proyek jangka panjang.
Presiden Prabowo menyatakan bahwa kemitraan ini mencerminkan komitmen Indonesia untuk menjaga stabilitas kawasan melalui diplomasi ekonomi yang inklusif.
Sementara itu, PM Li Qiang menekankan bahwa Tiongkok siap membuka diri lebih luas kepada dunia dan menciptakan iklim usaha yang ramah bagi mitra seperti Indonesia.
Kesepakatan ini menunjukkan arah strategis Indonesia dalam memanfaatkan rivalitas global tanpa harus berpihak secara politis.
Pendekatan "non-alignment" yang diterapkan oleh Presiden Prabowo memberikan ruang manuver diplomatik yang luas, sekaligus memaksimalkan potensi ekonomi nasional.
Lebih dari itu, inisiatif penggunaan mata uang lokal dapat menjadi langkah awal menuju penguatan arsitektur keuangan Asia yang lebih independen. Jika berhasil, hal ini akan menjadi preseden penting bagi negara-negara ASEAN lainnya dalam memperkuat kedaulatan moneter mereka.
Program Twin Parks juga dapat menjadi katalis industrialisasi baru di Indonesia—jika mampu diintegrasikan dengan rencana jangka panjang hilirisasi dan pengembangan SDM.
Hubungan Indonesia-Tiongkok kini tidak lagi sekadar didorong oleh kebutuhan perdagangan, tetapi oleh visi bersama membangun ekosistem ekonomi yang tangguh, adaptif, dan saling menguntungkan.
Di tengah ketidakpastian global, kerja sama semacam ini memberikan harapan akan masa depan kawasan yang lebih stabil dan sejahtera.
0Komentar