![]() |
Singapura akan impor 1 GW tenaga surya dari Indonesia untuk wujudkan transisi energi dan perkuat ketahanan listrik. (Foto: Dok.PLN) |
Singapura, negara yang dikenal dengan keterbatasan sumber daya alamnya, terus menunjukkan komitmen kuat untuk memperkuat ketahanan energi melalui diversifikasi sumber listrik. Salah satu langkah terbaru adalah rencana ambisius untuk mengimpor hingga 1 gigawatt (GW) tenaga surya dari Indonesia.
Proyek ini, yang dipimpin oleh Singa Renewables Pte. Ltd., menawarkan solusi inovatif untuk mendukung transisi energi Singapura menuju masa depan yang lebih hijau sekaligus mempererat hubungan bilateral dengan Indonesia.
Proyek ini dijalankan oleh Singa Renewables, perusahaan hasil kerja sama antara TotalEnergies dari Prancis dan Royal Golden Eagle dari Singapura. Singa Renewables telah mendapatkan izin bersyarat dari Otoritas Pasar Energi (EMA) Singapura untuk membangun pembangkit tenaga surya dan sistem penyimpanan baterai di Provinsi Riau, Indonesia.
Selain mengekspor listrik ke Singapura, fasilitas ini juga akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi dalam negeri Indonesia, khususnya kawasan industri hijau di sekitar lokasi proyek.
Untuk mengalirkan listrik antarnegara, Singa Renewables bekerja sama dengan Singapore Energy Interconnections Pte. Ltd. dalam merancang kabel listrik bawah laut yang menghubungkan Indonesia dan Singapura.
Meski detail investasi dan waktu pelaksanaan belum diumumkan, proyek ini diperkirakan menciptakan hingga 7.500 lapangan kerja dan mendatangkan investasi bernilai miliaran dolar.
Rencana impor tenaga surya dari Indonesia merupakan bagian dari target Singapura untuk mengimpor hingga 6 GW listrik rendah karbon pada tahun 2035. Target ini meningkat dari rencana awal sebesar 4 GW.
Saat ini, sebagian besar listrik Singapura masih bergantung pada gas alam cair, sehingga proyek seperti ini penting untuk mendorong peralihan ke energi terbarukan dan mencapai target netral karbon pada tahun 2050.
Selain proyek dengan Indonesia, Singapura juga menjalin kerja sama dengan Australia melalui proyek Australia-Asia PowerLink, serta dengan Malaysia dan Vietnam untuk pasokan tenaga air dan angin. Proyek impor tenaga surya sebesar 3,4 GW dari Indonesia, termasuk 1 GW dari Singa Renewables, merupakan bagian penting dari strategi ini.
Pembangunan kabel listrik bawah laut ini juga mendukung rencana membangun jaringan listrik antarnegara ASEAN. Tujuannya adalah menciptakan sistem distribusi energi yang lebih efisien dan terhubung, sehingga transisi energi di kawasan bisa berjalan lebih lancar.
Proyek ini juga mendapat perhatian internasional. Pengumuman proyek Singa Renewables bertepatan dengan kunjungan Presiden Prancis Emmanuel Macron ke Singapura, yang menandatangani kerja sama di bidang energi bersih, pertahanan, dan keamanan siber. Keterlibatan TotalEnergies menegaskan pentingnya peran investasi asing dalam mendorong inovasi energi di Asia Tenggara.
Dari sisi lingkungan, proyek ini diperkirakan bisa mengurangi emisi karbon Singapura hingga 6 juta ton per tahun. Dari sisi ekonomi, Indonesia akan mendapat manfaat berupa penciptaan lapangan kerja, peningkatan infrastruktur, dan pengembangan industri hijau di Riau.
Namun, proyek ini juga menghadapi tantangan, seperti kebutuhan akan perizinan lintas negara, studi dampak lingkungan, serta koordinasi teknis antara berbagai pihak. Kolaborasi yang kuat antarnegara dan sektor swasta akan sangat penting untuk memastikan proyek ini berjalan lancar dan berkelanjutan.
Impor tenaga surya dari Indonesia adalah langkah nyata Singapura dalam mewujudkan masa depan energi yang lebih bersih dan berkelanjutan. Dengan memanfaatkan potensi energi terbarukan dari negara tetangga, Singapura tak hanya memperkuat ketahanan energinya, tapi juga ikut membangun ekosistem energi hijau yang terintegrasi di kawasan.
0Komentar