Bank Dunia sebut mayoritas warga RI miskin, BPS angkat bicara

.

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa pada Maret 2025, neraca perdagangan Indonesia mencatatkan surplus sebesar USD4,33 miliar atau naik sebesar USD1,23 secara bulanan (month to month/mom). Angka itu lebih tinggi dibandingkan Februari 2025, sebesar USD3,12 miliar. Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti dalam konferensi pers di Gedung BPS, Jakarta, Senin (21/4/2025). tirto.id/Nabila Ramadhanty Putri Darmadi.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Amalia Adininggar Widyasanti, memberikan tanggapan atas laporan terbaru dari Bank Dunia yang menyoroti angka kemiskinan di Indonesia. Dalam laporan berjudul Macro Poverty Outlook edisi April 2025, disebutkan bahwa 60,3% penduduk Indonesia masuk dalam kategori miskin berdasarkan standar global untuk negara berpendapatan menengah ke atas.

Laporan tersebut mengacu pada garis kemiskinan sebesar US$ 6,85 per kapita per hari, atau sekitar Rp 115.080, jika dikonversi dengan kurs Rp 16.800 per dolar AS. Berdasarkan standar ini, sekitar 171,91 juta dari total 285,1 juta penduduk Indonesia pada tahun 2024 termasuk dalam kelompok miskin.

Amalia menekankan bahwa indikator yang digunakan Bank Dunia bersifat referensial dan tidak wajib diikuti sepenuhnya oleh Indonesia. Ia meminta agar data tersebut disikapi dengan bijak dan dipahami dalam konteks metodologi yang digunakan.

Menurut Amalia, Bank Dunia menggunakan pendekatan Purchasing Power Parity (PPP) dengan basis tahun 2017 yang nilainya untuk Indonesia sebesar Rp 4.756. 

Karena itu, tidak tepat jika langsung membandingkannya dengan nilai tukar saat ini. Perbedaan pendekatan ini juga menjelaskan mengapa hasil perhitungan Bank Dunia berbeda dari angka kemiskinan versi BPS.

BPS sendiri menggunakan metode penghitungan garis kemiskinan berdasarkan kondisi masing-masing provinsi, bukan garis kemiskinan nasional semata. Hal ini untuk mencerminkan perbedaan tingkat kebutuhan dan biaya hidup antar wilayah, misalnya antara DKI Jakarta dan Papua Selatan.

Amalia juga menyoroti bahwa standar garis kemiskinan internasional, seperti US$ 2,15 atau US$ 3,65 per kapita per hari, tidak dapat diterapkan secara seragam di semua negara karena setiap negara memiliki kondisi sosial dan ekonomi yang unik.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama