![]() |
Pimpinan PLN saat mengikuti rapat dengar pendapat dengan Komisi XII di Gedung DPR, Senayan. (Dok. Andi Hidayat/detik.com) |
Indonesia menyimpan potensi besar dalam pengembangan energi bersih, khususnya panas bumi, yang mencapai 24,6 gigawatt (GW), menjadikannya sebagai negara dengan potensi panas bumi terbesar kedua di dunia setelah Amerika Serikat.
Namun, dari potensi luar biasa tersebut, baru sekitar 2,3 GW yang berhasil dimanfaatkan menjadi kapasitas terpasang pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP).
Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo, menggarisbawahi pentingnya percepatan pemanfaatan sumber daya ini meskipun biaya investasi awalnya cukup tinggi.
Dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi XII DPR RI pada 14 Mei 2025, ia menjelaskan bahwa biaya pembangunan PLTP rata-rata mencapai sekitar US$ 2,7 miliar per gigawatt, atau sekitar Rp 44,69 triliun dengan asumsi kurs Rp 16.555 per dolar AS.
Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pembangkit listrik berbasis gas, yang hanya membutuhkan sekitar US$ 0,5 miliar per GW. Meski begitu, ia menegaskan bahwa perbedaan biaya ini harus dilihat dari sudut pandang jangka panjang.
"Sedangkan untuk panas bumi ini historical, kami melihat historical untuk satu giganya biayanya investasinya sekitar US$ 2,7 bilion. Jadi lebih mahal memang investasinya tetapi biaya operasinya itu jauh lebih murah," ujar Darmawan.
Biaya operasional PLTP sangat rendah karena tidak bergantung pada bahan bakar—fenomena yang juga ditemukan pada pembangkit listrik tenaga air (PLTA).
Darmawan menyebut energi panas bumi sebagai "setengah gratis" karena setelah melewati fase eksplorasi dan pembangunan yang mahal, energi dapat diproduksi dengan biaya minimal.
PLN menerapkan skema investasi front loaded, di mana beban modal terbesar dikeluarkan pada tahap awal untuk eksplorasi, pengembangan lapangan, hingga pembangunan infrastruktur pembangkit.
“Jadi untuk itu pengembangan dari panas bumi ini membutuhkan investasi yang cukup besar karena semuanya ditarik ke depan dalam bentuk exploration, kemudian juga development, kemudian penambahan pembangkit. Tetapi setelah itu energinya setengah gratis, rendah sekali,” tambahnya.
Dalam mendukung strategi ini, PLN tidak berjalan sendiri. Perusahaan ini telah menjalin kerja sama dengan berbagai investor domestik maupun internasional.
Hasil dari sinergi tersebut mulai terlihat dengan beroperasinya sejumlah proyek panas bumi yang total kapasitasnya kini telah mencapai 2,3 GW.
Melalui pendekatan kolaboratif dan komitmen jangka panjang, PLN optimistis panas bumi akan memainkan peran penting dalam transisi energi Indonesia menuju sistem kelistrikan yang lebih berkelanjutan, andal, dan ramah lingkungan.
0Komentar