IATA menilai pesawat buatan China dari COMAC mampu menghadirkan alternatif baru dan persaingan sehat di pasar penerbangan dunia. (Wikipedia)

Di tengah dinamika industri penerbangan global yang terus berkembang, muncul harapan baru dari Timur. Produsen pesawat asal Tiongkok, Commercial Aircraft Corporation of China, Ltd. (COMAC), dinilai memiliki potensi besar untuk menghadirkan alternatif baru dalam pasar pesawat komersial yang selama ini didominasi oleh dua raksasa dunia: Boeing dan Airbus.

Penilaian ini datang dari Asosiasi Transportasi Udara Internasional (IATA), lembaga global yang mewakili maskapai-maskapai penerbangan di seluruh dunia. 

Dalam sebuah konferensi yang digelar di Nairobi, Kenya, Direktur Jenderal IATA, Willie Walsh, menyatakan bahwa kehadiran pesawat buatan China bisa memberikan warna baru dalam kompetisi industri ini.

"Pesawat-pesawat COMAC dinilai efisien, modern, dan mulai menunjukkan kesiapan untuk menjadi alternatif yang layak bagi armada global yang ada saat ini," ujar Walsh dalam keterangannya.

Menurut Walsh, pasar pesawat komersial memang membutuhkan diversifikasi produsen. Selama ini, dominasi dua pemain besar membuat pilihan bagi maskapai penerbangan relatif terbatas, baik dari segi teknologi maupun harga. 

Dengan masuknya COMAC ke pasar internasional, maskapai diharapkan memiliki opsi akuisisi yang lebih kompetitif, yang pada akhirnya dapat menurunkan biaya operasional dan membuka peluang inovasi yang lebih luas.

Namun, tantangan terbesar bagi COMAC adalah soal sertifikasi. Saat ini, sebagian besar armada mereka baru beroperasi di dalam negeri dan beberapa negara di Asia yang menerima otoritas sertifikasi dari China. 

Untuk benar-benar bersaing di panggung global, sertifikasi dari regulator internasional seperti FAA (Amerika Serikat) atau EASA (Uni Eropa) menjadi prasyarat yang tak bisa dihindari.

China sendiri tampaknya serius membangun kapabilitas dalam industri dirgantara. Selain faktor ekonomi dan teknologi, pengembangan pesawat komersial domestik juga memiliki dimensi geopolitik. 

Dengan ketegangan dagang dan teknologi yang masih membayangi hubungan China dengan Barat, ketergantungan pada pesawat asing bisa menjadi risiko strategis yang ingin dikurangi Beijing.

Dalam jangka panjang, masuknya COMAC dalam persaingan global bisa berdampak luas, bukan hanya bagi pasar pesawat itu sendiri, tetapi juga terhadap rantai pasok, lapangan kerja, dan keseimbangan kekuatan teknologi dalam sektor aviasi.

Optimisme terhadap pesawat buatan China perlu diseimbangkan dengan realisme. Selain soal sertifikasi, persepsi pasar, rekam jejak keamanan, dan keandalan layanan purnajual adalah faktor-faktor yang menentukan apakah COMAC dapat menembus pasar maskapai besar di luar Asia.

Namun demikian, langkah ini layak diapresiasi. Kompetisi dalam industri strategis seperti penerbangan bukan hanya akan menguntungkan operator, tetapi juga konsumen pada akhirnya. 

Dunia penerbangan, yang kini sedang mencari pemulihan pascapandemi dan menghadapi tantangan keberlanjutan, jelas membutuhkan lebih banyak pilihan—dan China tampaknya ingin menjawab tantangan itu.