![]() |
KPAI mengungkap berbagai masalah dalam program pendidikan karakter berbasis barak militer. (Dok. Dedi Mulyadi) |
Upaya penanaman nilai-nilai karakter dan kedisiplinan melalui pendidikan berbasis militer tengah menjadi sorotan publik, khususnya setelah Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) merilis temuan terkait pelaksanaan program serupa di Jawa Barat. Program yang digagas oleh Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi ini diterapkan di sejumlah barak militer, seperti Resimen 1 Sthira Yudha di Purwakarta dan Depo Pendidikan Bela Negara Rindam III Siliwangi di Lembang.
Tujuan utamanya adalah membentuk generasi muda yang tangguh, disiplin, dan berjiwa nasionalis. Namun, niat baik tersebut rupanya menyimpan sejumlah persoalan yang patut menjadi perhatian serius, terutama ketika pendekatan yang digunakan justru dinilai berisiko terhadap aspek perlindungan anak.
Dalam pemantauan langsung yang dilakukan KPAI, terungkap bahwa sebagian peserta merasa tertekan secara psikologis selama mengikuti kegiatan. Beberapa bahkan menyampaikan adanya ancaman tidak naik kelas bila menolak mengikuti program.
Situasi ini menunjukkan bahwa partisipasi siswa tidak sepenuhnya bersifat sukarela, sebuah kondisi yang kontraproduktif terhadap semangat pembentukan karakter itu sendiri.
Lebih jauh, sejumlah siswa mengaku ingin mengundurkan diri dari kegiatan karena merasa tidak nyaman dan kelelahan. Kelelahan fisik dan mental ini tentu berdampak langsung terhadap konsentrasi belajar dan kondisi psikologis mereka di kemudian hari.
KPAI juga mencatat bahwa proses seleksi peserta terkesan tidak profesional dan kurang transparan. Mirisnya, beberapa sekolah peserta diketahui tidak memiliki guru Bimbingan Konseling (BK), yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam menilai kesiapan mental siswa sebelum terlibat dalam program intensif semacam ini.
Lebih dari itu, sekitar 6,7% siswa bahkan tidak mengetahui alasan mereka dikirim ke program tersebut. Ini menggambarkan lemahnya komunikasi antara pihak sekolah, orang tua, dan siswa dalam pengambilan keputusan yang menyangkut masa depan anak.
Dari sisi teknis, pelaksanaan kegiatan juga dinilai belum memenuhi standar perlindungan anak. Ketiadaan tenaga medis maupun ahli gizi yang menetap di lokasi memperlihatkan kurangnya perhatian terhadap aspek kesehatan peserta.
Padahal, kegiatan fisik intensif di lingkungan militer seharusnya diimbangi dengan pengawasan kesehatan yang memadai. Bahkan, hingga kini belum tersedia Standar Operasional Prosedur (SOP) yang baku terkait aspek keselamatan dan kesehatan dalam program tersebut.
Gagasan untuk membentuk generasi muda yang tangguh dan cinta tanah air tentu merupakan hal positif. Namun, pendekatannya perlu dikaji ulang.
Pendidikan karakter seharusnya berangkat dari prinsip pembinaan yang menghargai martabat dan hak-hak anak. Menerapkan sistem yang cenderung militeristik tanpa memperhatikan kesiapan psikologis anak berisiko menimbulkan trauma jangka panjang.
Pendekatan militer bisa saja digunakan sebagai simulasi atau bagian dari kegiatan pembinaan nasionalisme. Namun, perlu disadari bahwa dunia anak-anak dan remaja memerlukan pendekatan yang lebih komunikatif, partisipatif, dan suportif. Keteladanan, dialog terbuka, dan pemberian ruang berekspresi justru menjadi pilar utama dalam pendidikan karakter yang efektif.
Melihat berbagai persoalan yang mengemuka, evaluasi total terhadap program ini menjadi hal mendesak. Pemerintah daerah bersama Kementerian Pendidikan dan instansi terkait perlu menyusun kembali kurikulum pembinaan karakter yang berbasis hak anak dan disesuaikan dengan kebutuhan zaman.
Keterlibatan psikolog anak, guru BK, serta perwakilan orang tua dalam perencanaan dan pelaksanaan program akan menjadi kunci keberhasilan. Selain itu, SOP yang jelas dan jaminan fasilitas kesehatan harus menjadi prasyarat mutlak dalam kegiatan luar sekolah yang melibatkan siswa.
Pendidikan karakter tidak boleh menanggalkan prinsip perlindungan anak. Ketegasan dan disiplin harus dibangun dari kesadaran, bukan dari rasa takut. Bila tidak, pendidikan karakter hanya akan menjadi slogan kosong yang justru merusak tujuan awalnya.
Kemanakah ank bangsa ini akn diarahkan jk semua kebijakan serba salah ? Korban tawuran semakin bertambah...langkah apa yg akn dilakukan kpai ?
BalasHapus