Richard L Garwin, profesor AS pencipta bom hidrogen pertama di dunia tapi dirahasiakan hampir 50 tahun. Dia meninggal 13 Mei 2025. (AHF Nuclear Museum/NDTV)

Richard Lawrence Garwin adalah nama yang jarang muncul di media arus utama, namun pengaruhnya membentang dari ranah fisika nuklir hingga meja oval Gedung Putih. Ia adalah sosok yang menghubungkan dunia teori dengan praktik, seorang ilmuwan dengan ketajaman teknis luar biasa yang juga tak gentar bersuara dalam urusan moral dan kebijakan.

Lahir di Cleveland, Ohio, pada 19 April 1928, bakat luar biasa Garwin sudah terlihat sejak muda. Ia meraih gelar Ph.D. di usia 21 dari University of Chicago, dibimbing langsung oleh Enrico Fermi. 

Fermi bahkan menyebut Garwin sebagai "satu-satunya jenius sejati" yang pernah ditemuinya—pujian yang luar biasa dari seorang peraih Nobel. Tak lama setelah lulus, Garwin direkrut untuk bekerja di Los Alamos National Laboratory, pusat pengembangan senjata nuklir AS pasca-Perang Dunia II.

Perancang Bom Termonuklir Pertama

Pada usia 23, Garwin menciptakan desain praktis pertama untuk senjata termonuklir, atau bom hidrogen. Desain tersebut mengimplementasikan gagasan Edward Teller dan Stanislaw Ulam, yakni memanfaatkan radiasi dari bom fisi sebagai pemicu reaksi fusi. 

Rekomendasi
Uji coba bom tersebut—dikenal sebagai "Ivy Mike"—meledak di Kepulauan Marshall pada 1952 dengan kekuatan lebih dari 10 megaton. Desain Garwin menjadi cetak biru untuk seluruh senjata termonuklir setelahnya.

Namun, alih-alih merayakan pencapaiannya, Garwin melangkah ke arah yang lebih reflektif dan kritis terhadap peran teknologi dalam konflik.

Setelah meninggalkan Los Alamos, Garwin bergabung dengan IBM Research di New York dan bekerja di sana selama lebih dari empat dekade. Di sana, ia tidak hanya membatasi diri pada fisika nuklir—ia menjelajah banyak bidang:

Berkontribusi pada pengembangan awal teknologi MRI, menggabungkan fisika nuklir dengan aplikasi medis yang menyelamatkan nyawa.
advertisement

Menjadi pionir dalam pengembangan printer laser, layar sentuh, dan algoritma FFT yang menjadi fondasi bagi pengolahan sinyal digital.

Meneliti superkonduktivitas, termasuk desain komputer berdaya rendah berbasis cryogenic logic.

Ia memegang 47 paten, menerbitkan lebih dari 500 makalah ilmiah, dan aktif dalam berbagai simposium ilmiah lintas disiplin.

Penasihat 13 Presiden dan Suara Moral dalam Sains

Garwin juga merupakan figur sentral dalam kebijakan sains dan keamanan nasional Amerika. Ia menjadi penasihat bagi 13 presiden AS, dari Eisenhower hingga Obama. 

Dalam kelompok seperti President’s Science Advisory Committee, Defense Science Board, dan komunitas rahasia JASON, Garwin membantu membentuk kebijakan pertahanan, kontrol senjata, dan teknologi canggih.
Namun ia juga dikenal karena berani menentang kebijakan yang dianggapnya salah. Ia menjadi pengkritik keras Strategic Defense Initiative (SDI) era Reagan—program “Star Wars” yang ingin membangun sistem anti-rudal berbasis luar angkasa. Garwin menyebutnya “tidak praktis secara teknis dan berbahaya secara strategis.”

Ia aktif dalam Pugwash Conferences on Science and World Affairs, forum internasional ilmuwan untuk perdamaian, dan mendorong nonproliferasi nuklir secara konsisten.

Garwin menerima sejumlah penghargaan tertinggi di bidang sains dan kebijakan:

• National Medal of Science (2002), atas kontribusi multidisiplin di bidang fisika dan teknologi.

• Presidential Medal of Freedom (2016), sebagai pengakuan atas peranannya sebagai penasehat strategis dan suara moral bagi bangsa.

• Ia juga merupakan anggota tiga akademi nasional AS: Sains, Teknik, dan Kedokteran—pengakuan langka bagi seorang individu.

Buku True Genius (2017) menyebut Garwin sebagai “ilmuwan paling berpengaruh yang tidak dikenal masyarakat luas.” Sebuah dokumenter berjudul Garwin (2014) juga menyoroti perjalanan intelektual dan nilai-nilai yang ia pegang.

Richard L. Garwin wafat pada 13 Mei 2025 di Scarsdale, New York, pada usia 97 tahun. Ia meninggalkan seorang istri (Lois Levy, yang telah wafat lebih dahulu) dan tiga anak. 
advertisement

Namun warisan intelektual dan etisnya jauh melampaui keluarga dan kolega—ia meninggalkan warisan bagi dunia: bahwa sains tanpa etika bisa membahayakan, tetapi sains dengan nurani bisa menyelamatkan peradaban.

Catatan Referensi dan Bacaan Tambahan:

Arsip resmi: The Garwin Archive

Buku: True Genius oleh Joel Shurkin

Dokumenter: Garwin (2014)

IBM Research, Union of Concerned Scientists, National Academy of Sciences

Aplus Insight