Kapal tanker raksasa Very Large Crude Carrier (VLCC) berkapasitas 2 juta barel milik PT Pertamina. (dok: Pertamina)

Penyelidikan besar-besaran terhadap dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah Pertamina senilai US$12 miliar (sekitar Rp197 triliun) terus bergulir. Kejaksaan Agung Republik Indonesia kini memanggil sejumlah perusahaan perdagangan minyak (trader) asal Singapura sebagai saksi dalam perkara ini.

Direktur Utama PT Kilang Pertamina Internasional (KPI), Taufik Aditiyawarman, membenarkan bahwa para trader dari Negeri Singa telah diminta untuk memberikan keterangan seputar transaksi masa lalu. Namun demikian, ia memastikan bahwa proses hukum tersebut tidak mengganggu kelangsungan operasional pengadaan minyak mentah dari Singapura.

“Pengadaan minyak tetap berjalan normal. Aktivitas kami tidak terdampak oleh proses penyelidikan yang tengah berlangsung,” ujarnya.

Langkah Kejaksaan Agung ini dilakukan dalam rangka mengumpulkan data serta memperjelas kronologi dan mekanisme pengadaan minyak yang diduga menyimpang. Upaya ini dilakukan baik melalui jalur diplomatik maupun langsung oleh penyidik, dengan kemungkinan wawancara dilakukan di Jakarta maupun Singapura.

"Melalui kerja sama dengan atase dan tim penyidik, kami menjalin komunikasi kembali dengan sejumlah perusahaan minyak di Singapura untuk mendukung proses penyidikan," jelas perwakilan Kejagung.

Kasus ini mencuat setelah beberapa pejabat dari anak perusahaan Pertamina ditangkap pada Februari lalu. Mereka diduga telah mendorong impor minyak mentah dan produk turunan dari luar negeri dengan harga tinggi, yang kemudian menimbulkan potensi kerugian besar bagi negara. Mantan Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati, juga telah diperiksa dalam proses penyelidikan ini.

Singapura sendiri, meski bukan produsen minyak, merupakan salah satu pusat perdagangan energi terbesar di Asia. Banyak perusahaan perdagangan yang berbasis di sana secara rutin mengikuti tender pengadaan minyak Pertamina.

Meski demikian, pihak-pihak terkait belum banyak memberikan pernyataan resmi. Biro Investigasi Praktik Korupsi Singapura (CPIB) menolak berkomentar terkait apakah ada entitas atau individu dari negaranya yang terlibat dalam penyidikan ini. 

Sementara itu, Pertamina menyatakan bahwa perusahaan induk tidak berperan dalam permintaan pemanggilan para trader dan enggan memberikan komentar lebih lanjut.

Di sisi lain, kebijakan Presiden Prabowo Subianto yang mulai memperkuat kontrol atas badan usaha milik negara (BUMN) sejak menjabat tahun lalu turut menjadi latar yang memengaruhi arah penyidikan terhadap korupsi di sektor energi ini.