![]() |
Jet tempur J-10C dan rudal China tampil unggul di medan tempur nyata, memperkuat kepercayaan diri Beijing dalam menghadapi tantangan Taiwan dan mengubah peta keamanan Asia Timur. (X/Defense_Talks) |
Konflik udara terbaru antara India dan Pakistan tampaknya telah memasuki babak baru, bukan hanya sebagai perseteruan dua kekuatan nuklir Asia Selatan, tetapi juga sebagai ajang pembuktian global bagi industri pertahanan China.
Dalam bentrokan selama empat hari awal bulan ini, Pakistan mengklaim telah menembak jatuh lima pesawat India menggunakan jet tempur buatan China—klaim yang langsung memicu gelombang respons di kawasan dan menyorot perubahan keseimbangan militer dunia.
Dalam pernyataan mengejutkan di parlemen, Menteri Luar Negeri Pakistan, Ishaq Dar, menyatakan bahwa jet tempur J-10C—pesawat generasi keempat-plus buatan China—telah menembak jatuh tiga Rafale, satu Su-30MKI, dan satu drone pengintai Heron milik India.
Jet tersebut dilengkapi rudal udara-ke-udara PL-15 berjangkauan jauh, yang menjadi andalan Beijing dalam memperkuat daya pukul militernya.
Klaim ini diiringi dengan munculnya foto yang diklaim menunjukkan sebuah J-10C dengan enam kill marks terlukis di badan pesawat, menandai setiap pesawat yang diklaim berhasil dijatuhkan.
Namun, hingga kini, belum ada verifikasi independen atas klaim tersebut.
Di sisi lain, India dengan tegas membantah telah kehilangan jet tempur. Kementerian Pertahanan India menyebut operasi udara mereka berhasil menembus wilayah Pakistan dan menghantam target strategis, sambil menyatakan bahwa rudal-misil Pakistan “tidak mengenai sasaran.”
Pernyataan tersebut disambut skeptis oleh sebagian analis independen, namun juga didukung oleh laporan teknis yang menilai tidak ada bukti kuat atas jatuhnya pesawat-pesawat India.
Terlepas dari klaim yang masih diperdebatkan, konflik ini menandai pertama kalinya jet J-10C digunakan dalam situasi perang nyata. Media pemerintah China dengan cepat memanfaatkan momen ini, menyebutnya sebagai validasi penting atas efektivitas tempur pesawat yang dijuluki sebagai “kebanggaan nasional” tersebut.
Bagi Beijing, ini bukan hanya keberhasilan teknis, melainkan juga simbolis: senjata buatan dalam negeri kini tampil di panggung perang dunia nyata.
Efek dari bentrokan ini langsung terasa di Taiwan. Para pengamat militer di Taipei memperingatkan bahwa kemampuan tempur J-10C bisa menyulitkan pertahanan udara pulau tersebut jika suatu hari konflik dengan China pecah.
“Militer Taiwan tidak memiliki peluang melawan J-10C dalam skenario tertentu,” ujar Ou Si-fu, peneliti di lembaga think tank Taiwan. Kekhawatiran ini memperkuat narasi bahwa dinamika konflik India-Pakistan dapat memberikan bayangan panjang ke lintas kawasan, terutama di Laut China Selatan dan Selat Taiwan.
Meski senjata China disebut-sebut sebagai aktor utama, pemerintah China tetap berhati-hati. Kementerian Luar Negeri China menolak mengomentari detail teknis, dan menegaskan bahwa “India dan Pakistan adalah tetangga penting bagi China.”
Sikap diam ini dianggap sebagai strategi Beijing untuk menjaga posisi geopolitik—mendukung sekutu tanpa memperkeruh stabilitas regional secara terbuka.
Klaim dan sanggahan yang menyelimuti konflik ini telah memunculkan narasi baru: bahwa bentrokan udara ini bukan hanya pertarungan India vs Pakistan, tetapi juga pertemuan tak langsung antara teknologi Barat dan China.
India mengoperasikan jet-jet dari Prancis, Rusia, dan Israel; sementara Pakistan kini semakin bergantung pada platform militer China.
“Ini mencerminkan pertarungan proksi antara senjata Barat dan China,” kata salah satu analis pertahanan di Singapura.
Meskipun belum ada konsensus atas apa yang sebenarnya terjadi di langit perbatasan India-Pakistan, satu hal jelas: konflik ini telah membuka babak baru dalam persaingan teknologi militer global.
Jet J-10C tak hanya mengudara di atas medan konflik Asia Selatan, tapi juga di dalam kalkulasi strategis Taiwan, Laut China Selatan, dan bahkan pasar ekspor senjata dunia.
Bagi China, inilah momen ujian nyata. Bagi dunia, inilah sinyal peringatan: senjata buatan Beijing kini bukan hanya untuk dipamerkan di parade militer, tetapi telah memasuki teater tempur global—dan mungkin akan terus berkembang dari sana.
0Komentar