![]() |
Dalam lima minggu terakhir, ETF Bitcoin di AS menarik lebih dari US$9 miliar dana investor, sementara ETF emas alami arus keluar signifikan. (Foto: Getty Images) |
Para investor di Amerika Serikat menunjukkan perubahan preferensi yang signifikan, beralih dari emas—aset safe-haven tradisional—ke Bitcoin, mata uang digital yang kian populer. Dalam lima minggu terakhir, reksa dana yang diperdagangkan di bursa (ETF) Bitcoin di AS mencatat arus masuk dana lebih dari US$9 miliar (sekitar Rp147 triliun), dengan iShares Bitcoin Trust ETF (IBIT) dari BlackRock Inc menjadi motor utama.
Sebaliknya, ETF berbasis emas mengalami arus keluar lebih dari US$2,8 miliar (sekitar Rp46 triliun) dalam periode yang sama, menandakan perubahan sentimen investor yang patut diperhatikan.
Pada awal Mei 2025, Bitcoin mencatat rekor harga tertinggi sepanjang masa di level US$111.980, didorong oleh sinyal regulasi yang mendukung, seperti kemajuan dalam RUU stablecoin, serta meningkatnya ketidakpastian ekonomi makro.
Meski saat ini diperdagangkan sedikit lebih rendah, sekitar US$107.768, Bitcoin tetap menunjukkan performa impresif dengan kenaikan tahunan sekitar 15%.
Sementara itu, emas, meskipun masih mencatat kenaikan tahunan sebesar 25%, mengalami penurunan dari puncaknya di US$3.500 per ons pada April 2025.
Saat ini, harga emas berada di sekitar US$3.310, atau sekitar US$190 di bawah level tertingginya. Penurunan ini mengindikasikan berkurangnya ketegangan geopolitik yang biasanya mendorong permintaan emas sebagai aset safe-haven.
Mengapa Investor Beralih ke Bitcoin?
Pergeseran ini tidak terjadi begitu saja. Beberapa faktor utama tampaknya mendorong tren ini:
Ketidakpastian Fiskal AS: Kekhawatiran atas stabilitas fiskal AS semakin meningkat, terutama setelah Moody’s Ratings mencabut peringkat kredit triple-A AS pada Mei 2025, menyusul Fitch Ratings dan S&P Global Ratings. Membengkaknya defisit dan utang publik AS mendorong investor mencari alternatif di luar aset tradisional seperti emas.
Regulasi yang Mendukung Bitcoin: Kemajuan dalam regulasi kripto, seperti RUU stablecoin, telah meningkatkan kepercayaan investor terhadap Bitcoin. Sifat terdesentralisasi Bitcoin juga dianggap sebagai keunggulan, terutama dalam menghadapi risiko sistem keuangan, seperti keruntuhan Silicon Valley Bank pada 2023 atau kekhawatiran atas independensi Federal Reserve.
Korelasi Rendah dengan Aset Lain: Data terbaru menunjukkan bahwa korelasi intraday Bitcoin dengan Nasdaq, dolar AS, dan bahkan emas sangat rendah. Hal ini mengindikasikan bahwa Bitcoin mulai dipandang sebagai kelas aset yang tidak berkorelasi, menjadikannya pilihan menarik untuk diversifikasi portofolio.
Pergeseran ini juga memicu perdebatan di kalangan analis tentang posisi Bitcoin sebagai lindung nilai.
Para analis memiliki pandangan beragam tentang fenomena ini. Christopher Wood, ahli strategi ekuitas global di Jefferies, menyatakan optimisme terhadap kedua aset.
“Baik emas maupun Bitcoin tetap menjadi lindung nilai terbaik terhadap pelemahan mata uang di negara-negara G7,” ujarnya. Namun, ia juga mengakui bahwa Bitcoin mulai mendapatkan tempat sebagai penyimpan nilai alternatif.
Di sisi lain, Geoff Kendrick, kepala riset aset digital di Standard Chartered, menilai Bitcoin lebih unggul dalam menghadapi risiko sistem keuangan karena sifatnya yang terdesentralisasi.
Ia membandingkan performa Bitcoin yang kuat selama krisis sektor swasta dengan emas yang cenderung lebih stabil di tengah gejolak geopolitik, seperti kenaikan tarif perdagangan.
Namun, tidak semua analis sepakat. Beberapa skeptis menyoroti volatilitas Bitcoin sebagai kelemahan utama. Sebagai contoh, pada Agustus 2024, ketika carry trade yang didanai yen terhenti, Bitcoin mengalami penurunan tajam bersama aset berisiko lainnya, menimbulkan keraguan tentang statusnya sebagai aset safe-haven.
Bitcoin sebagai Lindung Nilai Baru?
Pergeseran ini menandakan perubahan paradigma dalam persepsi investor terhadap Bitcoin. Dilin Wu, ahli strategi riset di Pepperstone, mencatat bahwa korelasi rendah Bitcoin dengan aset lain menunjukkan bahwa mata uang digital ini semakin dipandang sebagai lindung nilai, bukan sekadar aset spekulatif.
“Bitcoin mulai dilihat sebagai kelas aset yang berdiri sendiri, bukan hanya bayangan teknologi atau saham,” katanya.
Namun, emas tetap memiliki keunggulan dalam hal stabilitas. Dengan kenaikan tahunan 25%, emas mengungguli Bitcoin (15%) dalam performa tahun-ke-tahun. Ini menunjukkan bahwa meskipun Bitcoin mendapatkan daya tarik, emas masih menjadi pilihan utama bagi investor yang mencari keamanan jangka panjang.
Apa yang Berikutnya?
Dengan peluncuran ETF baru dan regulasi yang terus berkembang, Bitcoin berpotensi memperluas pangsa pasarnya dalam investasi institusional global. Tren ini mencerminkan penerimaan yang semakin luas terhadap Bitcoin sebagai bagian dari portofolio investasi.
Didukung oleh lingkungan regulasi yang lebih ramah dan kebutuhan akan diversifikasi di tengah ketidakpastian ekonomi.
Namun, volatilitas Bitcoin tetap menjadi tantangan, dan investor perlu mempertimbangkan risiko ini dengan cermat. Di sisi lain, emas kemungkinan akan tetap relevan, terutama dalam konteks gejolak geopolitik atau krisis tradisional.
Dengan dinamika fiskal AS yang terus berkembang, termasuk ancaman terhadap independensi Federal Reserve dan eskalasi tarif perdagangan, baik Bitcoin maupun emas mungkin akan terus memainkan peran penting sebagai lindung nilai.
Pergeseran dari ETF emas ke ETF Bitcoin menandakan perubahan besar dalam preferensi investor, didorong oleh faktor ekonomi, regulasi, dan persepsi baru terhadap Bitcoin.
Meski emas tetap unggul dalam hal stabilitas, Bitcoin menawarkan fleksibilitas sebagai aset terdesentralisasi yang mampu menjawab risiko sistem keuangan modern. Bagi investor, memahami keseimbangan antara potensi keuntungan dan risiko volatilitas akan menjadi kunci dalam menavigasi pasar yang terus berubah ini.
0Komentar