Dalam upaya meredam dampak fluktuasi nilai tukar dan mengefisiensikan biaya impor bahan baku, PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) mengambil langkah strategis dengan membentuk usaha patungan (joint venture) di Shenzhen, Tiongkok.
Melalui kerja sama ini, perusahaan kini mengalihkan sebagian besar transaksi impornya dari dolar Amerika Serikat (USD) ke mata uang lokal, renminbi (RMB), guna mengurangi risiko finansial jangka panjang.
Langkah ini bukan hanya respons terhadap tekanan kurs, melainkan bagian dari strategi komprehensif untuk memperkuat rantai pasok global dan membuka peluang kolaborasi teknologi di sektor kesehatan Tiongkok.
Shenzhen dipilih karena kedekatannya dengan pusat produksi bahan baku farmasi serta kemudahan dalam menjalin kemitraan dengan produsen lokal. Hal ini memungkinkan Kalbe untuk mengakses bahan baku berkualitas tinggi dengan harga yang lebih bersaing.
Sebelumnya, Kalbe mengandalkan USD dalam 80–90% dari seluruh impor bahan baku—seperti active pharmaceutical ingredients (API) dan susu skim—sehingga sangat rentan terhadap depresiasi rupiah.
Apalagi, pada awal 2025, nilai tukar rupiah sempat menyentuh Rp16.448 per USD, mempercepat urgensi perusahaan dalam melakukan diversifikasi mata uang.
“Dengan adanya kemitraan di Shenzhen, kini sebagian besar transaksi dilakukan dalam RMB. Ini sangat membantu mengurangi tekanan biaya akibat ketidakstabilan nilai tukar USD,” jelas salah satu eksekutif Kalbe.
Lebih dari sekadar penghematan, Kalbe juga melihat peluang untuk memperluas jaringan bisnis dan mengadopsi teknologi kesehatan dari Tiongkok. Kehadiran fisik di negara tersebut memberikan akses lebih besar terhadap ekosistem inovasi dan membuka potensi alih teknologi yang bisa memperkuat lini produksi dalam negeri.
Inisiatif ini sejalan dengan strategi jangka panjang Kalbe untuk meningkatkan tingkat kandungan lokal (TKDN), termasuk pembangunan fasilitas produksi dialyzer dan upaya mencari alternatif bahan baku lokal.
Dengan mengurangi ketergantungan terhadap impor berbasis USD, Kalbe memperkuat ketahanan bisnisnya di tengah ketidakpastian global dan volatilitas pasar valuta asing.
Langkah Kalbe mencerminkan tren yang lebih luas di kalangan perusahaan Asia Tenggara yang mulai mengurangi eksposur terhadap dolar AS, seraya memperdalam integrasi ekonomi dengan Tiongkok melalui penggunaan RMB.
Dalam konteks tersebut, kestabilan renminbi menjadi instrumen penting untuk mendukung perencanaan keuangan yang lebih terprediksi.
0Komentar