China menghidupkan kembali teknologi jet eksperimental peninggalan NASA untuk mengembangkan mesin hipersonik ODE dengan target kecepatan Mach 16. ( Defence Scurity Asia)

China kembali menegaskan dominasinya dalam ranah teknologi penerbangan hipersonik dengan menghidupkan kembali salah satu konsep mesin paling ambisius dan menantang dalam sejarah aerodinamika: Oblique Detonation Engine (ODE). 

Didorong oleh kolaborasi antara Akademi Teknologi Kendaraan Peluncuran (CALT) dan Universitas Politeknik Northwestern, pengembangan ODE menandai lompatan besar dalam arsitektur mesin pembakaran supersonik, yang berpotensi mentransformasi baik dunia militer maupun transportasi sipil.

Konsep ODE pertama kali diperkenalkan oleh ilmuwan Amerika Serikat pada tahun 1958 sebagai respons terhadap kebutuhan akan sistem propulsi berkecepatan tinggi. Sayangnya, keterbatasan teknologi saat itu membuat ide ini tidak berkembang dan akhirnya ditinggalkan, bahkan oleh lembaga sekelas NASA dan Angkatan Udara AS. 

Namun, lebih dari enam dekade kemudian, China merevitalisasi pendekatan ini, memodifikasi desainnya untuk kompatibilitas dengan bahan bakar konvensional seperti minyak tanah RP-3, yang setara dengan JP-8 milik militer AS.

Penggunaan bahan bakar cair konvensional menjadi keunggulan tersendiri karena memungkinkan integrasi ODE dalam platform yang telah ada tanpa ketergantungan pada teknologi bahan bakar eksotis atau sistem kriogenik.

Desain Inovatif dan Validasi Eksperimental

Terobosan China dalam uji coba ODE terletak pada rancangan mekanismenya yang cermat. Mesin ini menggunakan konfigurasi injektor sentral dengan empat nosel mikro berukuran 0,3 mm, yang menyemprotkan bahan bakar langsung ke aliran udara supersonik. 

Struktur irisan dengan sudut 20 derajat berfungsi sebagai pemicu utama detonasi, dengan bantuan tonjolan aerodinamis untuk memastikan gelombang ledakan tetap terkunci dan stabil di sepanjang permukaan mesin.

Kamera kecepatan tinggi berhasil menangkap sekuens visual ledakan yang menunjukkan zona pembakaran berwarna biru-putih dan fase pasca-detonasi berwarna kuning, mengindikasikan proses pembakaran ultra-cepat yang jauh lebih efisien dibanding mesin scramjet konvensional.

Dalam uji terbaru, detonasi bertahan selama 2,2 detik, atau 40 kali lebih lama dibanding rekor sebelumnya di eksperimen internasional. Tekanan pasca-ledakan mencapai 272 kPa, sekitar 10 kali lipat tekanan awal, mengindikasikan potensi dorongan yang signifikan untuk kendaraan hipersonik.

Kendala Teknis

Meski menjanjikan, teknologi ODE masih menghadapi tantangan struktural yang signifikan. Salah satu masalah utama adalah efisiensi pencampuran bahan bakar dan udara di ruang bakar. 

Hanya sekitar 39% volume ruang bakar yang menunjukkan pencampuran optimal, sementara bagian luar masih mengalami ketidakstabilan aliran dan distribusi tekanan yang tidak merata.

Para peneliti menyarankan desain ulang yang mencakup saluran pencampuran yang diperpanjang dan sistem injeksi yang lebih presisi untuk memaksimalkan efisiensi pembakaran dan kestabilan detonasi. 

Isu ini penting, karena pada kecepatan hipersonik, waktu reaksi pembakaran sangat terbatas — dalam hitungan milidetik — sehingga efisiensi pencampuran menjadi penentu utama kinerja sistem.

Potensi Strategis dalam Penggunaan Komersial

CALT, yang juga bertanggung jawab atas program peluncuran Long March, telah menyatakan minat untuk mengintegrasikan ODE dalam sistem senjata masa depan, termasuk amunisi hipersonik jarak jauh dan artileri berpemandu presisi. 

Dengan asumsi efisiensi tinggi ODE, sistem ini dapat melipatgandakan jangkauan dibanding proyektil konvensional yang menggunakan propulsi berbasis tekanan biasa.

Di luar sektor militer, aplikasi sipil ODE juga menjanjikan. Mesin ini secara teoritis mampu mendukung pesawat penumpang dengan kecepatan Mach 8 hingga 16, yang berarti perjalanan dari Beijing ke London dalam waktu kurang dari dua jam. 

Namun, skenario ini masih jauh dari realisasi komersial, mengingat kompleksitas integrasi sistem propulsi berenergi tinggi dalam desain pesawat sipil yang aman dan ekonomis.

Persaingan Global

Sementara China unggul dalam eksperimen ODE berbasis bahan bakar cair, Amerika Serikat lebih berfokus pada Rotating Detonation Engine (RDE) — mesin dengan mekanisme ledakan berputar yang sedang diuji oleh DARPA dalam program Gambit. Jepang dan Australia juga mengikuti jejak ini, dengan penelitian RDE untuk kendaraan luar angkasa.

Namun, pendekatan China tetap unik. Bukan hanya karena stabilitas detonasi yang berhasil dicapai dalam waktu panjang, tetapi juga karena keberhasilan menggunakan bahan bakar jet yang tersedia secara komersial. 

Hal ini menjadikan ODE sebagai kandidat ideal untuk berbagai skenario penerapan praktis, baik sipil maupun militer.

Pengembangan ODE oleh China menandai babak baru dalam evolusi teknologi mesin hipersonik. Dengan pendekatan yang matang, data eksperimental yang solid, dan dukungan institusional kuat, negara ini telah menggeser poros persaingan global dari sekadar eksperimen ke tahap validasi fungsional. 

Jika tantangan teknis tersisa dapat diatasi, ODE berpotensi menjadi fondasi dari generasi baru kendaraan hipersonik yang akan merevolusi mobilitas, pertahanan, dan eksplorasi atmosfer tinggi.

"Data uji coba mengonfirmasi kelayakan ODE berbahan bakar cair untuk penggunaan praktis."
— Yang Yang, Peneliti Utama, CALT
"ODE bisa mencapai Mach 16, tetapi tantangan stabilitas detonasi masih menjadi penghalang."
— South China Morning Post, Laporan Analisis