Kebijakan pembatasan ekspor chip AI ke China justru memicu dampak balik bagi Amerika Serikat.  (AP Photo)

Ketegangan teknologi antara Amerika Serikat dan China kembali memanas. Pemerintah AS baru saja memperketat aturan ekspor chip kecerdasan buatan (AI) ke China, kali ini menargetkan chip H20 milik Nvidia—chip yang secara khusus dirancang agar memenuhi batasan ekspor namun tetap kompetitif di pasar Tiongkok.

Ironisnya, chip H20 sebenarnya sudah dirancang dengan spesifikasi yang lebih rendah dibanding produk unggulan Nvidia yang dijual ke negara lain. Namun, langkah kompromistis ini ternyata belum cukup. Pemerintah AS tetap menilai chip tersebut terlalu canggih untuk diekspor ke China.

Dampak dari kebijakan ini sangat terasa bagi Nvidia. Hingga tahun ini, saham perusahaan tersebut tercatat turun lebih dari 17%, mencerminkan kekhawatiran pasar terhadap gangguan pada salah satu pasar terbesar Nvidia. 

China, dengan ekosistem teknologi raksasa seperti Alibaba, ByteDance, dan Tencent, merupakan salah satu konsumen terbesar chip AI.

Dalam laporan yang dibagikan oleh The Information, CEO Nvidia, Jensen Huang, disebut telah mengunjungi Beijing pada April lalu. Dalam pertemuan tersebut, Huang kabarnya menyampaikan kepada para mitra di China bahwa Nvidia sedang mengembangkan chip baru yang akan mematuhi regulasi ekspor AS, namun tetap relevan secara performa. Chip ini dijadwalkan hadir sekitar bulan Juni.

Yang menarik, Nvidia juga tengah menggarap versi “khusus China” dari chip generasi terbaru Blackwell, sebagai bentuk adaptasi terhadap situasi yang semakin rumit. 

Langkah ini mencerminkan dilema besar yang dihadapi perusahaan teknologi global: di satu sisi harus mematuhi regulasi negaranya, namun di sisi lain juga harus menjaga hubungan dagang dan pangsa pasar di luar negeri. 

Pemerintah AS sendiri bersikeras bahwa pembatasan ini penting untuk menjaga keunggulan dalam persaingan teknologi AI global. 

Namun, bagi para pelaku industri, pembatasan berulang seperti ini berisiko mendorong China untuk mempercepat pengembangan chip domestik, sehingga dalam jangka panjang bisa mengurangi ketergantungan terhadap chip AS—suatu hasil yang justru kontraproduktif dengan tujuan awal pembatasan.

Dari sudut pandang strategis, persaingan teknologi ini bukan hanya soal siapa yang memiliki chip tercepat, melainkan juga soal bagaimana mengelola ketegangan geopolitik tanpa mengorbankan inovasi dan kemitraan bisnis yang telah lama terjalin.