![]() |
Perubahan iklim terbukti meningkatkan kadar arsenik dalam beras. Ketahui dampaknya terhadap kesehatan, mulai dari risiko kanker hingga gangguan perkembangan janin. (Foto: Getty Images) |
Beras adalah makanan pokok bagi lebih dari separuh penduduk dunia, terutama di Asia, menyediakan sebagian besar kalori harian bagi miliaran orang. Namun, sebuah penelitian terbaru menunjukkan bahwa perubahan iklim dapat memperburuk masalah kesehatan yang sudah ada terkait kandungan arsenik dalam beras.
Peningkatan suhu global dan kadar karbon dioksida (CO2) di atmosfer diperkirakan dapat meningkatkan kadar arsenik anorganik dalam beras, yang berpotensi memicu risiko kesehatan serius, termasuk kanker, penyakit jantung, dan diabetes.
Penelitian yang diterbitkan pada April 2025 di The Lancet Planetary Health mengungkapkan bahwa kondisi lingkungan yang dipengaruhi perubahan iklim, seperti suhu yang lebih tinggi dan peningkatan CO2, dapat meningkatkan penyerapan arsenik oleh tanaman padi.
Penelitian ini dilakukan selama satu dekade di China, melibatkan 28 varietas padi yang ditanam di empat lokasi berbeda. Dengan menggunakan teknologi Free-Air CO2 Enrichment (FACE), para peneliti mensimulasikan kondisi iklim masa depan untuk memahami dampaknya pada tanaman padi.
Hasilnya menunjukkan bahwa peningkatan suhu sebesar 2°C dan kadar CO2 yang melonjak hingga 200 ppm antara tahun 2025 dan 2050 dapat meningkatkan kandungan arsenik anorganik dalam beras secara signifikan.
Arsenik anorganik, yang dikenal sebagai karsinogen kuat, lebih mudah diserap oleh tubuh manusia dan dapat menyebabkan kerusakan kesehatan jangka panjang, bahkan dalam jumlah kecil.
![]() |
Perubahan iklim terbukti meningkatkan kadar arsenik dalam beras. Ketahui dampaknya terhadap kesehatan, mulai dari risiko kanker hingga gangguan perkembangan janin. (Foto: Getty Images) |
Arsenik adalah zat kimia beracun yang terjadi secara alami di tanah dan air, terutama di lahan sawah yang digenangi air, tempat sebagian besar beras dunia ditanam.
Dalam kondisi tanpa oksigen, bakteri di tanah sawah memfasilitasi pelepasan arsenik, yang kemudian diserap oleh akar padi. Perubahan iklim memperburuk proses ini dengan meningkatkan aktivitas bakteri akibat suhu yang lebih hangat dan pasokan karbon yang lebih banyak.
Paparan arsenik anorganik, baik melalui makanan maupun air minum, telah dikaitkan dengan berbagai masalah kesehatan. Penelitian menunjukkan bahwa konsumsi arsenik dalam jumlah kecil secara kronis dapat meningkatkan risiko kanker paru-paru, kandung kemih, dan kulit.
Selain itu, arsenik juga dapat memicu penyakit kardiovaskular, diabetes, serta masalah perkembangan janin, seperti berat badan lahir rendah dan gangguan perkembangan saraf pada bayi.
Proyeksi dari penelitian ini memperkirakan bahwa peningkatan kadar arsenik dalam beras dapat menyebabkan jutaan kasus kanker tambahan di Asia pada tahun 2050, dengan China berpotensi menghadapi hingga 13,4 juta kasus.
Negara-negara lain seperti India, Indonesia, Bangladesh, dan Vietnam juga dianggap berisiko tinggi karena ketergantungan mereka pada beras sebagai makanan pokok.
Meskipun penelitian ini dianggap sebagai salah satu yang paling komprehensif, ada beberapa batasan. Pertama, penelitian mengasumsikan bahwa pola konsumsi beras akan tetap sama hingga tahun 2050, padahal di beberapa negara yang lebih makmur, konsumsi beras cenderung menurun.
Kedua, studi ini tidak mempertimbangkan potensi pergeseran dari beras putih ke beras merah, yang mengandung lebih banyak arsenik karena perbedaan dalam pengolahan.
Selain itu, penelitian ini berfokus pada eksperimen di China, tetapi para peneliti meyakini bahwa temuan ini relevan secara global, termasuk di wilayah seperti Eropa dan Amerika Serikat, di mana arsenik anorganik juga ditemukan dalam beras. Namun, kadar arsenik dalam beras dapat bervariasi tergantung pada kondisi tanah dan air di setiap wilayah.
Para peneliti di seluruh dunia sedang mencari cara untuk mengurangi kandungan arsenik dalam beras. Beberapa pendekatan yang sedang dieksplorasi meliputi:
1. Pengelolaan Air Sawah: Mengganti siklus genangan air dengan periode pengeringan dapat mengurangi penyerapan arsenik, meskipun pendekatan ini berisiko meningkatkan kadar kadmium, logam beracun lainnya.
2. Varietas Padi Baru: Mengembangkan jenis padi yang lebih tahan terhadap penyerapan arsenik, meskipun hingga kini belum ada hasil yang signifikan.
3. Teknik Memasak: Memasak beras dengan metode seperti merebus terlebih dahulu dalam air bersih dapat mengurangi kadar arsenik hingga 50%, menurut beberapa penelitian.
4. Penggunaan Air Hujan: Penanaman padi dengan air hujan, seperti yang dilakukan di beberapa wilayah di Afrika Timur dan Indonesia, cenderung menghasilkan beras dengan kadar arsenik yang lebih rendah dibandingkan dengan padi yang ditanam dengan air irigasi.
![]() |
Perubahan iklim terbukti meningkatkan kadar arsenik dalam beras. Ketahui dampaknya terhadap kesehatan, mulai dari risiko kanker hingga gangguan perkembangan janin. (Foto: A. Prasetia/Detik.com) |
Beras menyumbang sekitar 75% dari produksi padi dunia yang ditanam di lahan sawah irigasi, yang membuatnya rentan terhadap akumulasi arsenik. Di wilayah seperti Asia Selatan dan Tenggara, di mana beras merupakan sumber kalori utama, peningkatan kadar arsenik dapat memperburuk beban kesehatan masyarakat.
Bahkan di Eropa, di mana air tanah cenderung memiliki kadar arsenik rendah, beras tetap menjadi sumber utama paparan arsenik anorganik melalui makanan.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan batas aman arsenik dalam air minum, tetapi regulasi untuk makanan, termasuk beras, masih terbatas. Uni Eropa telah menetapkan batas arsenik anorganik dalam beras sebesar 0,2 mg/kg pada tahun 2023, dan China mengusulkan batas serupa.
Namun, di Amerika Serikat, Badan Pengawas Obat dan Makanan (FDA) hanya menetapkan batas untuk produk beras yang ditujukan untuk anak-anak, bukan untuk konsumsi umum.
Menghilangkan beras dari pola makan bukanlah solusi yang realistis, terutama bagi masyarakat yang bergantung pada beras sebagai sumber kalori utama. Namun, ada langkah-langkah yang dapat diambil untuk mengurangi risiko:
- Pemantauan dan Regulasi: Pemerintah perlu memperketat standar arsenik dalam beras dan memantau kadar arsenik di air irigasi dan tanah.
- Edukasi Konsumen: Mengedukasi masyarakat tentang cara memasak beras yang dapat mengurangi arsenik, seperti menggunakan air bersih dalam jumlah besar saat memasak.
- Penelitian Lanjutan: Investasi dalam pengembangan varietas padi rendah arsenik dan metode pertanian yang lebih aman sangat penting.
- Pengurangan Emisi: Mengurangi emisi karbon untuk memperlambat perubahan iklim adalah langkah kunci untuk mencegah peningkatan kadar arsenik dalam beras.
Penelitian terbaru ini menyoroti hubungan kompleks antara perubahan iklim dan keamanan pangan, menunjukkan bahwa ancaman arsenik dalam beras dapat menjadi masalah kesehatan global yang serius.
Dengan miliaran orang bergantung pada beras, penting untuk mengambil tindakan segera, mulai dari inovasi pertanian hingga kebijakan yang lebih ketat. Tanpa upaya bersama untuk mengatasi perubahan iklim dan mengelola risiko arsenik, kesehatan masyarakat di seluruh dunia, terutama di Asia, dapat menghadapi ancaman yang semakin besar di masa depan.
0Komentar