![]() |
Ilustrasi karyawan pabrik tekstil tengah bekerja merapikan benang di mesin produksi. (Kompas/Aam Aminullah) |
Pemerintah Amerika Serikat memutuskan menaikkan tarif impor hingga 47 persen terhadap produk tekstil dari Indonesia. Kebijakan ini merupakan bagian dari strategi tarif resiprokal yang diumumkan Presiden AS Donald Trump.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyebutkan bahwa sektor tekstil dan garmen menjadi yang paling terdampak. Sebelum kebijakan ini diterapkan, bea masuk untuk produk tersebut berkisar 10–37 persen. Kini, tambahan tarif 10 persen membuat total tarif menjadi 20–47 persen.
Langkah ini menjadi perhatian serius bagi Indonesia karena meningkatkan biaya ekspor, sehingga menurunkan daya saing produk di pasar AS. Selain tekstil, komoditas lain seperti alas kaki, furnitur, dan udang juga terkena dampaknya.
Pemerintah Indonesia telah mengirim delegasi ke AS guna melakukan negosiasi. Dalam pembicaraan tersebut, Indonesia menawarkan kemitraan strategis, termasuk dalam bentuk peningkatan impor energi seperti LPG, minyak mentah, dan bensin dari AS.
Ancaman PHK Meluas
Menurut Direktur Ekonomi Digital Celios, Nailul Huda, kenaikan tarif ini bisa menyebabkan penurunan ekspor Indonesia ke AS hingga 24 persen per produk.
Dampaknya diperkirakan bisa memicu ancaman pemutusan hubungan kerja terhadap sekitar 1,2 juta tenaga kerja, termasuk hampir 200.000 di sektor tekstil dan produk tekstil (TPT).
Sektor lain seperti industri makanan dan minuman serta produk berbasis kelapa sawit juga berisiko kehilangan ribuan pekerjaan, karena sulitnya mencari pasar alternatif dalam waktu singkat.
Langkah Antisipatif Pemerintah
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyatakan bahwa pemerintah tengah menyiapkan berbagai insentif guna memperkuat industri tekstil dalam negeri. Insentif tersebut mencakup dukungan pembiayaan, pelatihan tenaga kerja, serta pengawasan terhadap produk impor.
Agus juga menyoroti masalah maraknya impor pakaian jadi yang membanjiri pasar lokal, termasuk dugaan praktik transshipment atau pemalsuan asal barang. Pemerintah akan memperketat proses penerbitan dokumen asal barang (Certificate of Origin) untuk mencegah penyalahgunaan.
Industri TPT sendiri mencatat ekspor sebesar 11,96 miliar dolar AS sepanjang 2024 dan menyerap hampir 4 juta tenaga kerja. Pemerintah menekankan bahwa menjaga industri ini berarti menjaga jutaan lapangan kerja yang ada.