![]() |
| NATO kini mengungguli Rusia dalam produksi amunisi, menurut Sekjen Mark Rutte. Lonjakan belanja pertahanan dan ekspansi industri memperkuat kapasitas militer Barat. (nato.int) |
Sekretaris Jenderal NATO Mark Rutte menyatakan aliansi pertahanan Barat kini memproduksi amunisi lebih banyak daripada Rusia, membalikkan ketertinggalan industri militer yang berlangsung selama beberapa tahun terakhir. Pernyataan itu disampaikan Rutte pada Kamis (6/11) saat Forum Industri NATO di Bukares, Rumania.
“Hasta baru-baru ini, Rusia memproduksi lebih banyak amunisi daripada seluruh sekutu NATO digabungkan. Namun, hal itu tidak lagi terjadi,” ujar Rutte, dikutip dari Anadolu Agency.
Ia menambahkan bahwa peningkatan ini menandai titik balik besar dalam kapasitas industri pertahanan Barat, dengan puluhan lini produksi baru dibuka di berbagai negara anggota.
Menurut Rutte, aliansi kini mampu menghasilkan amunisi pada level tertinggi dalam beberapa dekade terakhir.
“Kami memproduksi lebih banyak daripada yang pernah kami lakukan selama beberapa dekade,” ujarnya di hadapan sekitar 900 peserta forum dari 26 negara NATO dan mitra, termasuk lebih dari 300 perusahaan pertahanan.
Perubahan kapasitas produksi tersebut terjadi seiring implementasi komitmen baru yang disepakati dalam KTT NATO di Den Haag pada Juli lalu. Dalam pertemuan itu, negara-negara anggota sepakat menaikkan target belanja pertahanan menjadi 5 persen dari PDB pada 2035, lebih dari dua kali lipat dari target sebelumnya sebesar 2 persen.
Kebijakan baru ini menetapkan 3,5 persen untuk pengeluaran militer inti dan 1,5 persen untuk keamanan strategis seperti infrastruktur, siber, dan inovasi pertahanan. Rutte mengatakan peningkatan anggaran ini telah memicu lonjakan pengadaan besar-besaran di sektor jet tempur, tank, drone, serta sistem antariksa dan pertahanan siber.
“Ada lebih banyak dana yang tersedia, dan bahkan lebih banyak lagi akan mengalir,” ujarnya.
Pada awal 2025, Rusia masih mencatat keunggulan produksi signifikan, dengan output amunisi selama tiga bulan setara dengan produksi tahunan NATO.
Data yang dikutip dari CITeam dan RFE/RL menunjukkan Rusia memproduksi sekitar 2–2,3 juta peluru artileri sepanjang 2024, sementara negara-negara NATO baru mencapai sekitar 2 juta peluru.
Rutte memperingatkan bahwa peningkatan ini tidak menghapus ancaman jangka panjang dari Moskwa. Ia menyoroti semakin eratnya kerja sama militer antara Rusia, Tiongkok, Korea Utara, dan Iran yang disebutnya sebagai “poros pergolakan.”
“Kita tidak boleh naif. Kita harus siap,” kata Rutte.
Ia menambahkan, intelijen terbaru menunjukkan Korea Utara telah mengirim peluru artileri dan pasukan ke Rusia, sementara Iran memasok drone dan rudal balistik, serta Tiongkok menyediakan komponen teknologi ganda.
Forum di Bukares itu menegaskan tekad NATO untuk mengubah peningkatan belanja pertahanan menjadi kemampuan militer nyata di lapangan, menyusul kekhawatiran berlanjutnya perang di Ukraina dan meningkatnya ketegangan global antara blok Barat dan negara-negara otoriter Asia.

0Komentar