Mantan Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan mengungkap adanya desakan dari pemerintah untuk menambah stok BBM nasional hingga 30 hari, yang berujung pada penyewaan tangki BBM Merak milik pengusaha Riza Chalid. (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)

Mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Karen Agustiawan mengungkapkan bahwa pemerintah pernah mengalihkan tanggung jawab penambahan stok bahan bakar minyak (BBM) nasional kepada Pertamina. Hal itu disampaikan Karen saat bersaksi dalam sidang dugaan korupsi tata kelola minyak mentah Pertamina di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Senin (27/10/2025).

Dalam persidangan tersebut, Karen menjelaskan bahwa secara operasional, Pertamina tidak membutuhkan penyewaan terminal BBM Merak milik PT Oiltanking Merak (OTM) yang dikuasai pengusaha Mohammad Riza Chalid. 

“Untuk operasional Pertamina, persediaan yang ada cukup berasal dari 140 depo, 6 kilang, pipa, dan kapal,” kata Karen di hadapan majelis hakim, dikutip dari Kompas, Selasa (28/10/2025).

Menurut Karen, penyewaan terminal BBM Merak muncul karena adanya desakan dari pemerintah agar Pertamina meningkatkan stok BBM nasional dari 18 hari menjadi 30 hari. Namun, permintaan itu ditolak oleh perusahaan pelat merah tersebut karena beban biaya yang dianggap terlalu besar.

“Satu hari itu sekitar 125 juta dolar AS, jadi untuk stok nasional selama 30 hari, biayanya menjadi 30 kali 125 juta dolar,” ungkapnya. 

Dengan hitungan itu, Pertamina perlu menyiapkan dana sekitar 3,75 miliar dolar AS atau sekitar Rp58 triliun hanya untuk menjaga stok 30 hari.

Karen menegaskan bahwa selama masa jabatannya sebagai Direktur Utama Pertamina periode 2009–2014, tidak pernah ada kendala dalam suplai maupun distribusi BBM meski stok operasional hanya 18 hari. 

“Oleh sebab itu, kami selalu menyingkirkan permohonan 30 hari dan komit untuk andal dalam distribusi dan suplai kepada konsumen, karena itu yang kami sanggup mengingat cash flow Pertamina,” ujarnya.

Dalam sidang yang sama, Jaksa Penuntut Umum (JPU) juga membacakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Karen. Di dalamnya terungkap adanya tekanan dari dua tokoh nasional terkait proyek penyewaan tangki Merak. Tekanan itu disebut terjadi dalam sebuah acara pernikahan pejabat di Hotel Dharmawangsa, Jakarta, pada awal 2014.

“Terdapat dua tokoh nasional yang menghampiri saya dan menyampaikan agar tangki Merak diperhatikan,” ujar jaksa membacakan BAP Karen seperti dilansir Tempo.co.

Karen juga menyinggung soal alasan pengunduran dirinya sebagai Dirut Pertamina. Ia menyebut, keputusan mundur bukan karena masalah sewa tangki OTM, melainkan karena perbedaan pandangan dengan pemerintah mengenai kebijakan stok nasional. 

“Masalah perbedaan bahwa Pertamina diminta untuk menambah stok nasional hari yang bukan merupakan tanggung jawab korporasi,” ucapnya di persidangan.

Kasus yang menjerat Karen ini merupakan bagian dari skandal korupsi besar di tubuh Pertamina yang melibatkan sejumlah pejabat tinggi perusahaan dan anak usahanya. Salah satu tersangka utama adalah Muhammad Kerry Adrianto Riza, putra pengusaha Riza Chalid.

Kerry diduga memperkaya diri sendiri hingga Rp3,07 triliun dan menyebabkan kerugian negara sebesar Rp285,18 triliun dalam kurun 2018–2023. Berdasarkan catatan Tempo dan Asia Pacific Solidarity Network, total ada 18 orang yang ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara tersebut.

Skandal ini bermula dari dugaan penyimpangan dalam tata kelola minyak mentah dan kondensat Pertamina, termasuk penyewaan fasilitas penyimpanan di Terminal BBM Merak yang dikelola OTM. 

Pemerintah disebut mendorong kebijakan peningkatan stok BBM nasional sebagai upaya menjaga ketahanan energi, namun beban biaya yang besar kemudian memicu perbedaan pandangan antara pemerintah dan Pertamina.

Dalam periode tersebut, Karen memimpin Pertamina di tengah tekanan peningkatan permintaan BBM nasional dan fluktuasi harga minyak dunia. Ia sempat dikenal sebagai salah satu Dirut perempuan pertama di BUMN energi itu sebelum mengundurkan diri pada 2014.

Kini, pengadilan masih memeriksa detail keterlibatan para pihak dalam proyek penyewaan tangki BBM Merak dan dugaan korupsi yang merugikan negara ratusan triliun rupiah. Proses hukum terhadap para tersangka, termasuk anak Riza Chalid, masih terus bergulir di Pengadilan Tipikor Jakarta.