Ukraina semakin mengandalkan robot tempur jarak jauh untuk menghadapi krisis personel di medan perang, dari logistik hingga evakuasi korban. (REUTERS)

Pasukan Ukraina semakin gencar menggunakan kendaraan robotik yang dikendalikan dari jarak jauh sebagai solusi menghadapi bahaya pertempuran dan kekurangan personel dalam perang melawan Rusia yang kini memasuki tahun keempat.

Beroperasi dari ruang bawah tanah di dekat Kostiantynivka, tentara Ukraina dengan nama sandi “Miami” dan “Akim” dari Brigade Lyubart ke-20 mengendalikan kendaraan robotik beroda dan rantai yang menyerupai tank mini. 

Kendaraan tersebut digunakan untuk membawa logistik, mengevakuasi korban, hingga membersihkan ranjau di garis depan.

“Setiap kali drone atau robot melakukan sesuatu, itu berarti salah satu pejuang kami tidak perlu melakukannya,” kata Akim saat ditemui wartawan.

Menurut data Kementerian Pertahanan Ukraina, pemerintah menargetkan penggelaran 15.000 unit robot tempur pada akhir 2025. 

Angka ini naik signifikan dibandingkan tahun sebelumnya, seiring lonjakan belanja kontrak dari sekitar 2,5 juta dolar AS pada paruh kedua 2024 menjadi 150 juta dolar AS hanya dalam kuartal pertama 2025.

Kendaraan robotik diproduksi oleh sejumlah perusahaan lokal dengan harga bervariasi, mulai 1.000 hingga 64.000 dolar AS, tergantung fitur dan daya tahan. 

Dalam salah satu misi yang didokumentasikan jurnalis, sebuah robot membawa 200 kilogram amunisi, bahan bakar, air, dan makanan ke titik terdepan untuk pasukan drone.


Menjawab krisis tenaga manusia

Ukraina menghadapi krisis personel serius. Beberapa brigade disebut hanya memiliki 30 persen kekuatan. Kantor Kejaksaan Agung Ukraina mencatat lebih dari 250.000 kasus desersi sejak invasi dimulai, dengan rata-rata 576 tentara membelot setiap hari.

Komandan “Miami” mengatakan, teknologi ini bukan pengganti manusia, tetapi bisa mengambil alih tugas yang terlalu berisiko. 

“Seseorang bisa masuk ke sana, tetapi bagi manusia itu (terkadang) terlalu berbahaya,” ujarnya.

Meski menjanjikan, robot darat ini masih terbatas. Dengan kecepatan rata-rata enam kilometer per jam, kendaraan mudah menjadi target. 

Selain itu, sistem peperangan elektronik Rusia kerap mengganggu komunikasi, membuat robot berpotensi macet di medan perang.

Untuk menanggulangi hal itu, pasukan Ukraina memodifikasi robot dengan kerangka tambahan, roller deteksi ranjau, dan lebih sering mengoperasikan di malam hari. Operator drone bertugas menjadi “mata” karena banyak unit robot belum dilengkapi kamera onboard.


Fokus pada evakuasi korban

Evakuasi korban luka disebut sebagai salah satu fungsi paling penting. Pasukan Ukraina menyebut ada kasus tentara terluka yang menunggu berminggu-minggu untuk dievakuasi, bahkan hingga lebih dari sebulan. 

Robot dianggap mampu mengambil alih tugas berisiko ini tanpa menambah korban baru, meski rawan gagal bila sinyal komunikasi terputus.

Sementara itu, Rusia juga dikabarkan mengembangkan teknologi serupa. Pejabat Ukraina menekankan perlunya mempercepat inovasi agar tidak tertinggal. 

“Kita harus mempercepat skala semua hal ini melampaui Rusia,” kata seorang pejabat pertahanan, dikutip media setempat.