![]() |
| Mengenal PLTA Sigura-Gura, pembangkit listrik bawah tanah pertama di Indonesia yang memanfaatkan aliran Sungai Asahan dari Danau Toba, dengan kapasitas 286 MW dan teknologi canggih. |
Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Sigura-Gura merupakan pembangkit listrik bawah tanah pertama di Indonesia yang berlokasi di Desa Paritohan, Kabupaten Toba Samosir, Provinsi Sumatera Utara. PLTA ini memanfaatkan aliran Sungai Asahan yang bersumber langsung dari Danau Toba dan dibendung di Bendungan Sigura-Gura.
Bendungan tersebut memiliki peran penting sebagai penampung dan pengatur air untuk pembangkitan listrik, serta pernah menjadi ikon nasional dengan tampil pada uang kertas pecahan Rp100 yang dirilis Bank Indonesia pada 1984.
PLTA Sigura-Gura dibangun pada era Presiden Soeharto, dimulai pada Mei 1978, selesai pada Desember 1981, dan mulai beroperasi resmi pada 7 Juni 1983.
Proyek ini merupakan hasil kerja sama antara Indonesia dan Jepang, dengan konstruksi utama dilakukan oleh kontraktor Jepang dan dukungan teknologi, sedangkan tenaga kerja lokal terlibat aktif.
Pembangkit ini menempati kedalaman sekitar 200 meter di bawah tanah dan memiliki kapasitas total 286 megawatt dengan empat unit turbin masing-masing 71,5 megawatt.
Bendungan Sigura-Gura memiliki struktur beton gravity setinggi 46 meter dari dasar Sungai Asahan dan volume penampungan sebesar 6.140.000 meter kubik.
Selain berfungsi sebagai penampung dan pengatur debit air, bendungan ini juga menjadi sumber utama pasokan air untuk menggerakkan turbin di PLTA.
Kemegahan bendungan dan pentingnya peranannya dalam sistem energi nasional membuat gambar bendungan ini dicetak pada uang kertas Rp100 warna merah muda yang beredar sejak 1984 hingga ditarik pada 1995.
Direktur Operasi PT Inalum, Bapak Ahmad Fadli, menjelaskan, "PLTA Sigura-Gura tidak hanya menjadi tulang punggung pasokan listrik di wilayah sekitar, tapi juga berperan vital dalam mendukung industri peleburan aluminium di Kuala Tanjung."
Ia menambahkan bahwa pengelolaan bendungan dan pembangkit ini terus dilakukan secara berkala untuk menjaga kestabilan pasokan energi dan melestarikan sumber daya air.
Teknologi yang diterapkan di PLTA ini termasuk pintu pengatur air setinggi tujuh meter dan lebar enam meter yang berfungsi mengendalikan aliran air ke turbin lewat pipa pesat.
Fasilitas lainnya adalah tangki pendatar setinggi 56,4 meter dengan diameter 12 meter serta rumah pembangkit atau power house seluas 1.710 meter persegi. Dua buah transformator daya juga dipasang untuk mengalihkan dan mengubah listrik yang dihasilkan agar sesuai dengan kebutuhan jaringan.
PLTA Sigura-Gura menjadi simbol kemajuan teknologi pembangkit listrik Indonesia, khususnya dalam pemanfaatan energi terbarukan dari sumber air.
Pembangunan PLTA ini juga mendatangkan dampak sosial dan ekonomi bagi masyarakat sekitar dengan membuka lapangan kerja dan meningkatkan infrastruktur daerah pada masa konstruksi proyek.
Secara ekologis, kelestarian Sungai Asahan dan Danau Toba sebagai sumber air sangat penting untuk menjaga keberlanjutan operasional PLTA.
Oleh karena itu, upaya konservasi dan pengelolaan sumber daya air terus dilakukan untuk mengatasi potensi erosi, sedimentasi, dan perubahan tata guna lahan yang dapat memengaruhi kualitas air dan kapasitas bendungan.
Sebagai pembangkit listrik bawah tanah pertama Indonesia, PLTA Sigura-Gura bukan hanya prestasi teknik, tetapi juga warisan sejarah penting dalam pengembangan energi nasional yang modern dan berkelanjutan, sekaligus mendukung kebutuhan industri strategis di Sumatera Utara.
Dengan kapasitas besar dan teknologi canggih, PLTA Sigura-Gura terus berkontribusi pada pasokan listrik nasional serta menjadi contoh keberhasilan kolaborasi internasional dalam pengembangan infrastruktur energi Indonesia.


0Komentar