![]() |
| Mikroplastik kecil dari aktivitas sehari-hari seperti mencuci baju dan pakai kendaraan ternyata punya dampak besar. (Shutterstock) |
Setiap kali kita mencuci pakaian, kita merasa sedang membersihkan. Tapi tahukah kamu, proses itu diam-diam “mengirimkan” partikel-partikel kecil yang tidak bisa kita lihat ke sungai, dan akhirnya ke laut? Partikel ini disebut mikroplastik dan dua sumber besarnya berasal dari hal yang sangat dekat dengan kita yaitu ban kendaraan dan pakaian sintetis.
Mikroplastik dari pakaian muncul setiap kali serat kecil terlepas saat proses pencucian. Sementara dari ban, partikel halus terbentuk ketika ban bergesekan dengan jalan, mirip seperti karet penghapus yang terkikis sedikit demi sedikit.
Meski ukurannya mini, partikel ini bisa menempuh perjalanan panjang hingga masuk ke rantai makanan laut.
Tapi sebelum kamu mulai panik, kabar baiknya adalah masalah ini sudah mulai diatasi oleh banyak pihak mulai dari peneliti, komunitas lingkungan, hingga inovator muda di Indonesia. Dari filter sederhana untuk mesin cuci hingga desain ban ramah lingkungan, solusi perlahan hadir, dan kita semua bisa ikut berperan.
Apa Itu Mikroplastik dan Dari Mana Asalnya?
Mikroplastik adalah partikel plastik berukuran kurang dari 5 milimeter, yang terbentuk dari pecahan plastik besar atau langsung diproduksi dalam ukuran kecil untuk keperluan industri.
Dua sumber mikroplastik yang kerap luput dari perhatian adalah gesekan ban kendaraan dan serat pakaian sintetis seperti polyester, nylon, dan acrylic.
Bayangkan ban kendaraan sebagai “sepatu” yang terus menerus bergesekan dengan jalan raya. Setiap kali mobil atau motor melaju, ban sedikit terkikis dan menghasilkan partikel mikro yang bercampur dengan debu jalan.
Sementara itu, pakaian sintetis ibarat rambut yang rontok setiap kali kita mencucinya. Serat-serat halus itu terlepas dan terbawa air limbah ke sistem pembuangan.
Penelitian dari beberapa universitas di Indonesia menemukan mikroplastik jenis ini sudah ada di perairan Jakarta, Jawa, dan wilayah pesisir lainnya. Walau ukurannya tak terlihat dengan mata telanjang, dampaknya nyata.
Perjalanan Mikroplastik dari Rumah ke Lautan
Partikel mikroplastik ini memulai perjalanannya dari aktivitas sehari-hari kita. Saat mencuci pakaian berbahan sintetis, ribuan hingga jutaan serat mikro terbawa air yang kemudian masuk ke saluran pembuangan. Begitu pula partikel mikro dari ban yang bercampur dengan debu jalan akan terbawa oleh air hujan masuk ke selokan dan sungai.
Dari sungai, mikroplastik dibawa ke laut dan menumpuk di ekosistem laut yang kaya, mengancam plankton, ikan kecil, dan akhirnya sampai ke meja makan manusia melalui rantai makanan. Menurut Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), mikroplastik sudah ditemukan di beberapa jenis ikan konsumsi.
Meski masih banyak penelitian yang terus dilakukan, mikroplastik terbukti mengganggu kesehatan organisme laut dengan cara mengganggu pencernaan dan meracuni sistem tubuhnya.
Pada manusia, paparan mikroplastik melalui makanan dan udara dapat berpotensi menimbulkan gangguan kesehatan, seperti inflamasi dan gangguan hormon.
Namun, jangan khawatir berlebihan. Kesadaran yang tumbuh cepat telah mendorong banyak inisiatif untuk menanggulangi masalah ini, terutama di tingkat rumah tangga dan komunitas.
Salah satu solusi praktis yang mulai populer adalah penggunaan kantong penangkap serat saat mencuci, seperti “Guppyfriend bag” yang dikembangkan oleh peneliti Jerman dan sudah mulai diperkenalkan di Indonesia. Kantong ini menangkap serat mikro sebelum air masuk ke saluran pembuangan.
Selain itu, kita bisa mulai memilih pakaian berbahan alami seperti katun atau linen yang lebih ramah lingkungan dan tidak menghasilkan serat mikro sintetis. Mengurangi frekuensi mencuci juga efektif menekan jumlah serat yang terbawa air.
Inovasi Teknologi dan Komunitas di Indonesia
Beberapa inovator muda Indonesia mengembangkan filter mesin cuci lokal yang mampu menyaring mikroplastik sebelum air limbah dibuang. Komunitas lingkungan di kota besar juga mengadakan kampanye edukasi untuk mengajak warga sadar akan dampak pakaian sintetis.
Menariknya, teknologi campuran aspal daur ulang dari ban bekas juga mulai diterapkan di beberapa kota, sehingga partikel mikro dari ban yang tergerus dapat diminimalkan. Ini sekaligus membantu mengurangi limbah ban yang berpotensi mencemari lingkungan.
Pemerintah dan industri mulai bergerak dengan menetapkan standar ban rendah emisi dan mendorong produksi tekstil biodegradable.
Beberapa kota di dunia telah mulai melarang penggunaan plastik sekali pakai, dan ini bisa menjadi contoh bagi Indonesia untuk memperluas regulasi mikroplastik.
Industri tekstil yang beralih menggunakan bahan ramah lingkungan juga makin banyak dijumpai, sejalan dengan meningkatnya kesadaran konsumen akan produk sustainable.
Mikroplastik mungkin tampak kecil dan tak kasat mata, tapi dampaknya bukan hal sepele. Dengan mulai memilih pakaian yang ramah lingkungan, menggunakan kantong penangkap serat, serta mengurangi penggunaan kendaraan pribadi, kita sudah berkontribusi besar untuk lingkungan.
Kita tidak perlu menunggu teknologi canggih atau perubahan besar dari pemerintah untuk memulai. Aksi kecil dari tiap individu, jika dilakukan bersama, bisa jadi gelombang besar perubahan.

0Komentar