Kereta Cepat Jakarta-Bandung (Whoosh) masih mencatat kerugian besar. Hingga semester I/2025, PSBI rugi Rp1,6 triliun, sementara KAI menanggung total kerugian Rp3,23 triliun dari proyek ini. (Dok. KCIC)

Kabar kurang sedap datang dari proyek infrastruktur andalan era Presiden Joko Widodo, yakni Kereta Cepat Jakarta–Bandung (Whoosh). Laporan keuangan PT Kereta Api Indonesia (Persero/KAI) per 30 Juni 2025 (unaudited) menunjukkan bahwa konsorsium PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI), yang menjadi induk proyek, masih membukukan kerugian besar.

“Berdasarkan Laporan Keuangan PT KAI per 30 Juni 2025, PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) mencatatkan kerugian Rp1,625 triliun di paruh pertama 2025,” demikian isi laporan tersebut. 

Angka itu melanjutkan tren negatif tahun sebelumnya, ketika PSBI tekor hingga Rp4,195 triliun sepanjang 2024.

Kerugian jumbo ini tidak berhenti di atas kertas. Beban harus dipikul oleh empat perusahaan pelat merah yang tergabung dalam PSBI, yakni KAI, PT Wijaya Karya Tbk (WIKA), PT Jasa Marga Tbk (JSMR), dan PT Perkebunan Nusantara VIII (PTPN VIII).

“Dampak dari tekor jumbo kereta Whoosh ini, harus ditanggung renteng 4 BUMN yang menjadi anggota konsorsium,” tulis laporan itu.

Dari keempatnya, KAI menjadi pihak paling terdampak. Sebagai pemegang 58,53% saham di PSBI, KAI harus menanggung beban terbesar. 

Pada semester I/2025 saja, KAI mencatat kerugian Rp951,48 miliar dari proyek ini. Ditambah dengan kerugian Rp2,23 triliun yang ditanggung sepanjang 2024, akumulasi beban KAI dari Whoosh sudah mencapai Rp3,23 triliun.

“Paling apes adalah KAI sebagai leading konsorsium, kepemilikan sahamnya 58,53 persen di PT PSBI. Enam bulan pertama di tahun ini, KAI harus menanggung kerugian nyaris Rp1 triliun,” demikian catatan dalam laporan.

Kondisi ini menambah panjang daftar tantangan proyek kereta cepat yang sejak awal memang menuai sorotan. Sejumlah ekonom pernah memperingatkan bahwa pembiayaan proyek ini berisiko besar bagi keuangan negara maupun BUMN.

Sebagai catatan, pembangunan Kereta Cepat Jakarta–Bandung dimulai sejak 2016. Proyek dibiayai oleh pinjaman China Development Bank (CDB), dukungan APBN, serta penyertaan modal dari sejumlah BUMN. 

Namun, perjalanan proyek tidak mulus. Terjadi pembengkakan biaya (cost overrun) sebesar US$1,2 miliar atau sekitar Rp18,02 triliun.

Audit bersama pemerintah Indonesia dan Tiongkok kemudian menetapkan total biaya proyek naik menjadi US$7,27 miliar, setara Rp108,14 triliun.

“Mengingatkan saja, dulu namanya proyek pembangunan Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB), mendapat banyak kritik dari kalangan ekonom. Karena memberatkan keuangan negara atau BUMN,” demikian salah satu catatan yang berulang kali muncul terkait proyek ini.

Kereta Cepat Jakarta–Bandung dikelola melalui PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), gabungan dua konsorsium. Dari Indonesia, PSBI beranggotakan KAI, WIKA, JSMR, dan PTPN VIII. 

Dari Tiongkok, terdapat lima perusahaan besar, yakni China Railway International Company Limited, China Railway Group Limited, Sinohydro Corporation Limited, CRRC Corporation Limited, serta China Railway Signal and Communication Corp.

Dalam struktur kepemilikan, PSBI memegang 60% saham KCIC, sedangkan konsorsium Tiongkok menguasai 40% sisanya.

Dengan tren kerugian yang terus berlanjut, masa depan finansial proyek Whoosh masih menjadi tanda tanya besar. 

Hingga paruh pertama 2025, total kerugian yang menumpuk di tubuh PSBI belum menunjukkan tanda mereda, sementara beban terus membebani BUMN, terutama KAI.