![]() |
| Isu kesetaraan gender menggambarkan upaya agar perempuan dan laki-laki memiliki hak, kesempatan, dan tanggung jawab yang setara dalam berbagai aspek kehidupan. (Shutterstock) |
Kesetaraan gender jadi perhatian penting dalam kehidupan sosial di Indonesia. Artinya, perempuan dan laki-laki diharapkan punya hak, kesempatan, dan tanggung jawab yang setara. Tapi di lapangan, peran dan tantangan yang mereka hadapi ternyata berbeda. Ada banyak hambatan, baik dari sisi budaya maupun struktur sosial, yang membuat kesetaraan itu sulit tercapai.
Selama ini, perempuan di Indonesia identik dengan pekerjaan rumah dan mengurus anak, sementara laki-laki dianggap sebagai pencari nafkah utama. Namun, seiring waktu, perempuan makin banyak berperan di dunia kerja dan kegiatan publik.
Data Badan Pusat Statistik 2023 mencatat partisipasi perempuan dalam angkatan kerja sudah mencapai 54%, meningkat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Di bidang pendidikan pun, perempuan makin banyak mendapat akses. Prof. Dr. Ida Fauziyah, Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, menyatakan, “Peningkatan akses pendidikan perempuan jadi pondasi penting untuk mencapai kesetaraan gender yang sebenarnya.”
Meski demikian, di beberapa wilayah pedesaan, peran tradisional perempuan masih kuat. Mereka tidak hanya mengurus rumah tapi juga membantu ekonomi keluarga, misalnya lewat pertanian atau usaha kecil-kecilan. Sementara itu, laki-laki masih dipandang sebagai kepala keluarga yang bertanggung jawab atas keputusan dan kebutuhan finansial.
Tantangan Kesetaraan Gender di Berbagai Tingkatan
Meski sudah mulai banyak yang sadar tentang pentingnya kesetaraan gender, ada banyak hambatan yang perlu dihadapi. Salah satunya adalah norma budaya yang memperkuat stereotip tradisional. Diskriminasi, baik yang terlihat maupun tersembunyi, masih sering terjadi di tempat kerja, sekolah, atau ruang publik.
Dr. Siti Nurhayati, Koordinator Program Kesetaraan Gender di Komnas Perempuan, mengingatkan, “Budaya patriarki yang masih kuat bikin perempuan sulit mendapatkan kesempatan yang sama, terutama dalam pengambilan keputusan dan kepemimpinan.”
Selain itu, kekerasan berbasis gender masih jadi masalah besar. Komnas Perempuan mencatat kenaikan kasus kekerasan terhadap perempuan sepanjang 2023, baik di rumah maupun publik. Hal ini memperlihatkan perlunya perlindungan dan pemberdayaan yang lebih efektif.
Tidak hanya perempuan yang menghadapi tekanan. Laki-laki pun terkadang merasa tertekan harus jadi pencari nafkah utama dan menjalankan peran tradisional mereka.
Dr. Andi Kusuma, psikolog sosial dari Universitas Indonesia, mengatakan, “Laki-laki juga merasakan dampak karena peran gender yang kaku, seperti stres dan kurangnya ruang untuk berekspresi.”
Upaya Pemerintah Mendukung Kesetaraan Gender
Pemerintah melalui berbagai kementerian dan lembaga sudah menjalankan beragam program untuk mengurangi hambatan kesetaraan gender. Ada program pemberdayaan perempuan berbasis komunitas serta pelatihan kejuruan bagi perempuan muda.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) aktif mendorong perempuan untuk ikut politik dan dunia usaha.
Menteri KPPPA, I Gusti Ayu Bintang Darmawati, menyampaikan, “Kami berkomitmen memperkuat kesetaraan gender dengan meningkatkan kapasitas perempuan dan menghapus diskriminasi di berbagai bidang.”
Meski ada kebijakan, penerapannya di tingkat desa atau kelurahan sering terkendala oleh perbedaan pemahaman dan budaya lokal. Kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta dibutuhkan supaya kebijakan ini berjalan lancar.
Isu kesetaraan gender memang rumit dan butuh perubahan baik dari sisi struktural maupun budaya. Perempuan dan laki-laki punya peran yang berbeda, yang terbentuk dari kebiasaan dan konteks sosial ekonomi.
Pendekatan yang melibatkan kedua belah pihak secara setara sangat penting. Tantangan yang ada beragam dan memerlukan kerja sama dari keluarga, komunitas, sampai pemerintah.

0Komentar