Video viral menyebut Jepang akan menghentikan penerimaan pekerja Indonesia mulai 2026. Di tengah lonjakan migrasi 15%, KBRI Tokyo menepis isu itu sebagai hoaks tanpa dasar. (REUTERS/Toru Hanai)

Isu bahwa Jepang akan menghentikan penerimaan pekerja asal Indonesia pada 2026 pertama kali muncul dari sebuah video pendek di TikTok. Dalam video berdurasi kurang dari dua menit itu, seorang perempuan yang mengaku sebagai WNI di Jepang menyatakan bahwa tahun depan adalah kesempatan terakhir bagi orang Indonesia untuk bisa masuk dan bekerja di Negeri Sakura. 

Tanpa menyebutkan sumber resmi, ia menyebutkan bahwa "pihak imigrasi Jepang sudah gerah dengan perilaku WNI."

Unggahan ini kemudian menyebar masif. Dalam waktu singkat, video tersebut diunggah ulang di platform YouTube, Instagram, dan bahkan WhatsApp grup komunitas pekerja migran. 

Komentar panik langsung membanjiri: "Bagaimana nasib saya yang sedang proses visa?", "Apa benar kami akan di-blacklist?" sebuah rumor yang dengan cepat membuat kepanikan.


KBRI Tokyo Angkat Bicara: Tidak Ada Blacklist

Pada Selasa, 15 Juli 2025, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Tokyo mengeluarkan klarifikasi resmi. Dalam pernyataannya, KBRI menyebut bahwa "tidak pernah ada pernyataan dari pemerintah Jepang" mengenai rencana penghentian penerimaan WNI.

"Isu ini bukan bagian dari pembahasan resmi antara Pemerintah Indonesia dan Jepang," demikian kutipan dari siaran pers tersebut. KBRI juga menegaskan bahwa rumor tentang blacklist terhadap Indonesia adalah hoaks yang tidak memiliki dasar kebijakan atau diplomasi.

Gedung Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Tokyo, Jepang. Terletak di kawasan Shinagawa, gedung ini menjadi pusat diplomasi RI dan perlindungan WNI di Jepang. (Wikipedia)

Klarifikasi ini menjadi semacam pemadam kebakaran di tengah kegelisahan publik. Tetapi dampaknya sudah telanjur terasa, terutama di kalangan pencari kerja dan pelajar yang sedang mengurus dokumen keberangkatan ke Jepang.


Lonjakan WNI di Jepang: 15 Persen dalam 6 Bulan

Menurut data resmi per Desember 2024, jumlah WNI yang tinggal di Jepang tercatat sebanyak 199.824 orang. Angka ini naik lebih dari 15% hanya dalam enam bulan. Mayoritas dari mereka bekerja di sektor formal seperti perikanan, manufaktur, layanan perawatan lansia (kaigo), serta sektor teknologi dan pendidikan.

Ledakan migrasi ini seiring dengan dibukanya kembali sejumlah skema visa kerja Jepang pasca-pandemi, termasuk visa Specified Skilled Worker (SSW) dan program pemagangan teknis (Technical Intern Training Program). Jepang juga tengah mendorong program J-Find, yang menjaring tenaga kerja asing di bidang teknologi dan inovasi.

Namun, tak dapat dimungkiri bahwa beberapa kasus kriminal yang melibatkan WNI sempat mencoreng citra komunitas Indonesia di Jepang. Dari penipuan telepon (ore-ore sagi), pelanggaran izin tinggal, hingga aksi protes ilegal oleh kelompok tertentu, semuanya mencuat ke media Jepang dan memicu reaksi pejabat lokal.
Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) melepas 306 PMI ke Jepang dalam program kerja sama Government to Government (G to G) di sektor keperawatan. (ANTARA FOTO/YULIUS SATRIA WIJAYABAR)

"Kasus pelanggaran oleh warga asing, termasuk WNI, selalu ditindak secara individu sesuai hukum Jepang. Tidak ada kebijakan yang bersifat kolektif terhadap suatu negara," kata seorang pejabat imigrasi Jepang kepada media lokal, dikutip oleh Mainichi Shimbun.

Pemelintiran dan Distorsi di Dunia Maya

Bukan hal baru bahwa media sosial kerap menjadi tempat berkembangnya informasi yang tak diverifikasi. Imbauan dari KBRI agar WNI di Jepang menjaga perilaku dan tidak melanggar hukum, misalnya, dipelintir menjadi ancaman bahwa "kalau tidak taat, semua akan dideportasi."

"Padahal kami hanya meminta agar WNI menjaga nama baik bangsa. Itu bukan bentuk ultimatum," ujar seorang staf KBRI Tokyo saat dihubungi.

Konten-konten seperti ini biasanya menarik perhatian algoritma media sosial karena bersifat emosional dan memunculkan rasa takut, sehingga cepat viral. Ditambah dengan minimnya literasi digital, isu ini pun berkembang tanpa kendali.


Diplomasi Balas Cepat ala KBRI Tokyo

Menghadapi situasi ini, KBRI tidak tinggal diam. Mereka menggelar forum daring, menyebarkan klarifikasi lewat grup komunitas, dan bahkan membuka hotline khusus untuk menjawab pertanyaan WNI.

"Kami memanfaatkan semua saluran komunikasi yang tersedia untuk menjangkau masyarakat. Mulai dari Facebook komunitas hingga kanal YouTube," ujar Dubes RI untuk Jepang dalam konferensi pers terbuka.

KBRI juga memperkuat kerja sama dengan organisasi mahasiswa, komunitas pekerja migran, serta tokoh-tokoh informal yang memiliki pengaruh di lingkungan diaspora.


Bukan Pertama Kali Isu Serupa Muncul

Sebelumnya, isu serupa pernah mencuat di tahun 2023 saat ada deportasi massal terhadap 1.200 pekerja ilegal asal Indonesia. Saat itu juga muncul narasi bahwa Jepang mulai "bosan" terhadap WNI. Namun, data tidak menunjukkan penurunan tren migrasi justru sebaliknya, jumlah pekerja Indonesia terus meningkat.

Kasus ilegal tak mewakili mayoritas — ribuan WNI tetap datang secara resmi dan dibutuhkan Jepang. (Foto: pixabay.com/Spencerwing)

Kasus Vietnam dan Filipina bisa jadi perbandingan menarik. Vietnam dengan jumlah warga terbesar kedua di Jepang juga pernah menghadapi gelombang deportasi. 

Namun tidak pernah ada kebijakan blacklist kolektif. Filipina bahkan berhasil memperkuat posisi TKI mereka lewat perjanjian bilateral.

KBRI menyadari bahwa penyebaran hoaks semacam ini bukan hanya urusan diplomasi, tapi juga literasi informasi. Oleh karena itu, sejumlah program edukasi digital sedang dijalankan, termasuk pelatihan khusus untuk WNI di Jepang mengenai cara menyaring informasi.

"Kami juga mengingatkan agar tidak membawa simbol politik atau membentuk kelompok yang bisa memicu ketegangan sosial," tambah pernyataan resmi KBRI.


Kerja Sama Bilateral Tetap Solid

Di tengah isu ini, relasi Indonesia–Jepang tetap berada di jalur positif. Jepang masih tercatat sebagai investor terbesar kedua di Indonesia, dengan proyek-proyek besar seperti MRT Jakarta, pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN), dan kerja sama otomotif. 

Hubungan ekonomi Indonesia–Jepang tetap solid, ditopang proyek strategis dan kepentingan jangka panjang kedua negara. (CNBC Indonesia)

Hubungan ekonomi Indonesia–Jepang tetap solid, ditopang proyek strategis dan kepentingan jangka panjang kedua negara.

Program EPA (Economic Partnership Agreement) juga terus berjalan, mengirimkan caregiver asal Indonesia ke Jepang.

"Kami ingin kerja sama ini terus tumbuh, termasuk dalam sektor tenaga kerja yang saling menguntungkan kedua pihak," ujar pejabat Kementerian Luar Negeri RI.

Yang paling terdampak dari isu ini adalah para pencari kerja yang sedang dalam proses aplikasi visa, serta para pelajar yang ingin melanjutkan studi di Jepang. Banyak dari mereka mulai ragu, menunda keberangkatan, atau bahkan membatalkan program karena takut akan aturan baru yang sebenarnya tidak ada.

"Saya sudah dapat kontrak kerja, tapi orang tua saya jadi ragu karena lihat video itu," kata Yuni, calon pekerja sektor perikanan yang ditemui di pelatihan LPK Bekasi.

KBRI dan otoritas Jepang sama-sama menekankan pentingnya tidak menyebarkan informasi yang belum jelas sumbernya. Pemerintah Indonesia juga meminta masyarakat untuk hanya percaya pada kanal resmi.

"Jangan sampai satu-dua kasus mencoreng nama hampir 200 ribu WNI yang hidup damai dan produktif di Jepang," tutup pernyataan KBRI.

Isu boleh hangat, tapi data tetap bicara. Dan sejauh ini, tak ada blacklist, tak ada larangan, tak ada penghentian.