Kerja sama militer Indonesia dan Rusia semakin intens, mencakup alutsista canggih, latihan bersama, hingga transfer teknologi jangka panjang. (IDM/Aini Tatinia)

Kerja sama militer antara Indonesia dan Rusia kini memasuki babak baru yang semakin intensif. Di tengah ketegangan geopolitik global dan dinamika regional di Indo-Pasifik, hubungan pertahanan kedua negara menampilkan kombinasi antara penguatan alutsista, latihan militer bersama, hingga rencana transfer teknologi jangka panjang. 

Meskipun diwarnai oleh spekulasi dan kontroversi mengenai kemungkinan kehadiran militer asing di Indonesia, kedua pihak tampaknya berupaya merumuskan kemitraan yang saling menguntungkan tanpa mengganggu prinsip politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif.

Duta Besar Rusia untuk Indonesia, Sergei Tolchenov, dalam pernyataan publiknya pada awal Juni 2025, menegaskan kesiapan negaranya menjadi mitra strategis utama dalam pengadaan alutsista modern. 

Penawaran ini mencakup pesawat tempur, kapal perang, tank, kendaraan lapis baja, hingga sistem persenjataan lainnya yang dinilai dapat memperkuat kapabilitas tempur Tentara Nasional Indonesia. 

Tidak hanya sebatas penjualan, Rusia juga membuka peluang kerja sama dalam bentuk pelatihan militer, pertukaran teknologi, dan peningkatan kemampuan produksi dalam negeri Indonesia di bidang pertahanan.

Kementerian Pertahanan Indonesia melalui Brigadir Jenderal Frega Wenas Inkiriwang merespons positif, menekankan pentingnya belajar dari pengalaman tempur Rusia dan mengakses teknologi strategis seperti pesawat nirawak (drone). 

Indonesia juga menilai peluang ini sebagai bagian dari upaya diversifikasi mitra pertahanan untuk mengurangi ketergantungan terhadap satu blok kekuatan tertentu.

Serangkaian pertemuan tingkat tinggi menjadi indikator konkret dari membaiknya hubungan pertahanan Indonesia-Rusia. Pada 25 Februari 2025, Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin menerima kunjungan Sekretaris Dewan Keamanan Rusia, Sergei Shoigu, di Jakarta. 

Kunjungan ini dilanjutkan dengan pertemuan Shoigu dengan Presiden Prabowo Subianto, menunjukkan bobot strategis kerja sama ini di mata kedua negara.

Pada Mei 2025, Sjafrie juga melakukan kunjungan balasan ke Moskow untuk memperdalam pembahasan rencana kerja sama, termasuk perluasan pengadaan alutsista dan kolaborasi industri pertahanan. 

Ini merupakan bagian dari strategi diplomasi pertahanan Indonesia yang aktif dan dinamis di tengah perubahan arsitektur keamanan global.

Salah satu realisasi kerja sama paling menonjol adalah latihan angkatan laut gabungan bertajuk Orruda Joint Training yang digelar pada November 2024 di Laut Jawa. 

Latihan ini merupakan yang pertama kali dilakukan antara Indonesia dan Rusia, menandai babak baru kerja sama praktis dalam aspek keamanan maritim. 

Meskipun menuai sorotan dari pengamat Barat, latihan ini menunjukkan komitmen kedua negara terhadap peningkatan interoperabilitas militer dan kepercayaan strategis.

Namun, dinamika hubungan ini tidak lepas dari polemik. Laporan dari berbagai media asing pada April 2025 menyebutkan bahwa Rusia mengajukan permintaan untuk menempatkan pesawat tempurnya di Pangkalan Udara Manuhua, Biak, Papua. 

Proposal ini, yang dikabarkan muncul dalam pertemuan Februari 2025, langsung memicu reaksi dari negara-negara tetangga dan media internasional.

Pemerintah Indonesia segera membantah keras kabar tersebut. Brigjen Frega menyatakan bahwa informasi itu "tidak benar," sejalan dengan prinsip dasar kebijakan pertahanan Indonesia yang melarang pendirian pangkalan militer asing di wilayah nasional. 

Kremlin pun tidak memberikan konfirmasi, sementara juru bicara Dmitry Peskov menyebut laporan itu sebagai “berita palsu.”

Kontroversi ini menunjukkan sensitivitas kerja sama pertahanan Indonesia, yang meskipun terbuka untuk kolaborasi, tetap berpegang pada prinsip kedaulatan dan netralitas.

Hubungan Indonesia dan Rusia tidak hanya bergerak pada transaksi jangka pendek, melainkan juga dirancang dalam kerangka strategis jangka panjang hingga 2037. Laporan dari Valdai Club, sebuah think tank kebijakan luar negeri Rusia, menggarisbawahi empat pilar utama kerja sama masa depan:

 
Pilar Kerja Sama Fokus Utama
Keamanan dan Operasi Maritim Latihan militer gabungan seperti Orruda Joint Training di Laut Jawa, serta patroli bersama dan pengamanan jalur laut strategis.
Industri Pertahanan dan Transfer Teknologi Penawaran alutsista seperti pesawat tempur, kapal perang, tank, serta kerja sama dalam produksi dalam negeri dan transfer teknologi.
Diplomasi Pertahanan dan Strategi Jangka Panjang Pertemuan tingkat tinggi antara pejabat pertahanan, rencana strategis hingga 2037, serta upaya membentuk kemitraan jangka panjang.
Kebijakan Netralitas dan Kedaulatan Penolakan terhadap keberadaan basis militer asing, komitmen terhadap politik luar negeri bebas-aktif, serta menjaga keseimbangan diplomatik.


Indonesia melihat potensi besar dalam penguatan sektor maritim, sejalan dengan visi sebagai poros maritim dunia dan strategi ekonomi biru yang sedang digalakkan. 

Kerja sama ini diharapkan dapat memberikan nilai tambah dalam penguasaan teknologi dan pengembangan sumber daya manusia di bidang pertahanan. Kendati menjanjikan, kerja sama militer dengan Rusia tidak lepas dari risiko geopolitik, termasuk potensi tekanan dari negara-negara Barat. 

Sejak pembatalan pembelian Su-35 oleh Indonesia pada 2021 akibat sanksi dari Amerika Serikat, isu embargo dan tekanan politik menjadi faktor penting yang perlu dipertimbangkan.

Namun, laporan terbaru menunjukkan bahwa Indonesia mungkin mempertimbangkan untuk melanjutkan kembali negosiasi pembelian Su-35, dengan kemungkinan pengumuman dilakukan dalam Indo Defence Expo pada Juni 2025. 

Indonesia tampaknya cermat dalam memilih jenis persenjataan yang tidak terlalu sensitif secara politik, seperti helikopter utilitas, kendaraan lapis baja, dan sistem pertahanan jarak pendek.

Strategi ini memperkuat pendekatan diplomasi seimbang Indonesia, yang tetap menjalin kerja sama dengan berbagai negara termasuk Rusia, Tiongkok, Amerika Serikat, dan mitra regional lainnya. Kebijakan ini bertujuan untuk menjaga ruang gerak strategis Indonesia tanpa terjebak dalam blok atau aliansi tertentu.

Kerja sama militer Indonesia-Rusia berkembang dari sekadar hubungan dagang senjata menjadi kemitraan strategis yang mencakup pelatihan, teknologi, hingga visi jangka panjang keamanan maritim. 

Di tengah tekanan geopolitik global, Indonesia tetap konsisten menjaga prinsip kedaulatan dan politik luar negeri bebas-aktif. Kerja sama dengan Rusia, jika dikelola secara hati-hati dan transparan, berpotensi memperkuat posisi Indonesia sebagai kekuatan maritim regional yang disegani, sekaligus menjaga keseimbangan dalam konstelasi keamanan Indo-Pasifik.