Presiden RI Prabowo Subianto memberikan dua cendera mata sarat simbolisme kepada Presiden Rusia Vladimir Putin dalam kunjungan bilateral di Istana Konstantinovsky, St. Petersburg, Kamis (20/6/2025). Hadiah yang diberikan bukan sembarang suvenir: sebuah miniatur patung Garuda dan keris khas Bali yang disebut “Pattimura”.
Keduanya diserahkan langsung oleh Prabowo setelah sesi pertemuan resmi yang membahas kerja sama bilateral, termasuk isu ekonomi, pertahanan, energi hingga luar angkasa.
Aksi tukar-menukar cendera mata ini menjadi penutup pertemuan yang berlangsung hangat dan mencerminkan kedekatan personal dua pemimpin tersebut.
“Garuda lambang dari negara kami,” ujar Prabowo sambil menunjukkan miniatur patung tersebut kepada Putin. Sementara tentang keris, Prabowo menjelaskan, “Ini keris dari Bali. Ini Pattimura.”
Hadiah-hadiah tersebut menandai eratnya hubungan RI-Rusia yang tahun ini memasuki usia 75 tahun kerja sama diplomatik, dan Indonesia baru saja resmi menjadi anggota penuh kelompok ekonomi besar BRICS, di mana Rusia menjadi salah satu motor utamanya.
Simbol Budaya dan Politik
Pemberian cendera mata bernuansa budaya ini bukan tanpa makna. Miniatur Garuda menegaskan identitas Indonesia, sementara keris—senjata tradisional penuh nilai spiritual dan historis—menjadi bentuk penghormatan tinggi terhadap tamu negara.
Menariknya, nama "Pattimura" yang disematkan pada keris mengacu pada salah satu pahlawan nasional Indonesia dari Maluku, Thomas Matulessy.
Menurut pengamat hubungan internasional dari Universitas Indonesia, Dr. Arie Wibowo, tindakan ini punya pesan kuat secara diplomatik.
"Garuda adalah lambang negara yang sakral. Ini sinyal bahwa Indonesia membawa simbol tertingginya untuk menunjukkan hubungan setara dengan Rusia," jelas Arie kepada CNBC Indonesia.
Ia juga menambahkan, keris bukan sekadar hadiah, melainkan simbol kekuatan, kehormatan, dan warisan budaya yang hanya diberikan pada momen penting atau tokoh terhormat.
Putin Balas dengan Buku hingga Pedang
Sebagai balasan, Vladimir Putin juga memberikan sejumlah cendera mata penting kepada Prabowo. Salah satunya adalah dua buku “Kepemimpinan Militer” karya Prabowo yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Rusia.
"Bapak Presiden, selama Bapak sebagai Menteri Pertahanan menulis buku mengenai Kepemimpinan Militer, kami menterjemahkan ke bahasa Rusia dan menerbitkannya," kata Putin sambil menyerahkan buku tersebut.
Tak hanya itu, Putin juga memberikan pedang perwira militer Rusia dan sebuah koin simbolik. Koin ini, menurut Putin, merupakan tradisi Rusia sebagai simbol persahabatan jangka panjang antarnegara.
Bagi Indonesia, pengakuan terhadap karya Prabowo dan pemberian pedang adalah bentuk penghargaan terhadap latar belakang militer Prabowo sekaligus penegasan bahwa Moskow melihat Jakarta sebagai mitra strategis, bukan sekadar sekutu dagang.
Dampaknya ke Arah Geopolitik RI
Pertemuan di Rusia ini menarik perhatian luas lantaran Prabowo memilih hadir di forum St. Petersburg International Economic Forum (SPIEF) 2025 alih-alih pertemuan G7 di Kanada, yang juga berlangsung pada waktu bersamaan.
Langkah ini dinilai sebagai isyarat bahwa Indonesia mulai memprioritaskan mitra strategis non-Barat.
Bloomberg bahkan menilai kehadiran Prabowo sebagai bentuk “embrace” terhadap Rusia di tengah isolasi Barat terhadap Moskow.
Namun, Prabowo membantah anggapan bahwa Indonesia mulai menjauh dari Barat.
“Kami tetap menjaga hubungan baik dengan semua pihak. Ini bagian dari politik luar negeri bebas aktif,” ujar Prabowo saat konferensi pers di SPIEF.
Pengamat geopolitik dari CSIS, Hikmahanto Juwana, menyebut kunjungan ini sebagai bagian dari realignment diplomasi RI.
"Prabowo menunjukkan bahwa Indonesia ingin memainkan peran penyeimbang di tengah ketegangan global, apalagi dengan masuknya Indonesia ke BRICS," ujar Hikmahanto.
Kunjungan ini diprediksi akan memperkuat kerja sama RI-Rusia di berbagai sektor strategis. Sejumlah perjanjian ditandatangani sehari sebelumnya, termasuk di sektor energi, pertanian, eksplorasi luar angkasa, dan pertahanan.
Di sisi lain, hadiah berupa simbol budaya juga membuka ruang kerja sama people-to-people, seperti diplomasi kebudayaan, pertukaran pelajar, dan kolaborasi militer-keamanan.
Jika tren ini berlanjut, Indonesia bisa menegaskan posisinya sebagai kekuatan menengah nonblok, yang mampu menjalin hubungan seimbang baik dengan Barat maupun negara-negara Asia-Eurasia.
Dalam konteks politik global yang makin mengarah ke blok multipolar, aksi simbolik seperti pertukaran cendera mata ini bisa jadi sinyal diplomatik yang lebih dalam dari sekadar formalitas seremoni.
"Diplomasi hari ini tak lagi hanya soal negosiasi meja, tapi juga narasi simbolik. Dan Prabowo tampaknya memahami itu," tutup Arie.
0Komentar