![]() |
Mark Rutte menyebut NATO aliansi terkuat dalam sejarah, melebihi Romawi dan Napoleon. Pernyataannya menuai kritik dari Rusia dan para analis dunia. (Foto: Anadolu Ajansi) |
Pada 4 Juni 2025, Sekretaris Jenderal NATO Mark Rutte membuat pernyataan kontroversial dalam konferensi pers menjelang pertemuan Menteri Pertahanan NATO di Brussels. Ia menyebut NATO sebagai "aliansi pertahanan paling kuat dalam sejarah dunia," bahkan melampaui Kekaisaran Romawi dan pasukan Napoleon.
Pernyataan ini, yang disampaikan dengan penuh keyakinan, memicu gelombang reaksi, baik dari Rusia maupun pengamat internasional, yang mempertanyakan implikasi retoris dan strategis dari perbandingan tersebut.
Dalam konferensi pers tersebut, Rutte menegaskan bahwa NATO perlu terus diperkuat melalui investasi militer yang lebih besar untuk menghadapi ancaman yang dirasakan dari Rusia.
Ia menyerukan agar negara-negara anggota melampaui target pengeluaran pertahanan sebesar 2% dari Produk Domestik Bruto (PDB), yang telah lama menjadi patokan aliansi. Menurutnya, NATO harus menjadi "lebih kuat, lebih adil, dan lebih mematikan" untuk mencegah potensi agresi di masa depan.
Rutte juga mengumumkan rencana untuk memperkenalkan "rencana investasi pertahanan" baru pada KTT NATO di Den Haag, menandakan dorongan untuk meningkatkan kemampuan militer aliansi secara signifikan.
Pernyataan ini muncul di tengah meningkatnya ketegangan dengan Rusia, terutama terkait konflik di Ukraina. NATO telah meningkatkan anggaran pertahanannya secara substansial sejak 2016, dengan total tambahan pengeluaran mencapai 700 miliar dolar AS.
Rutte menegaskan bahwa langkah ini penting untuk memastikan kesiapan aliansi menghadapi tantangan keamanan global, khususnya dari Rusia, yang menurutnya dapat menjadi ancaman dalam beberapa tahun ke depan.
Rusia dengan tegas membantah tuduhan bahwa mereka merupakan ancaman bagi NATO. Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov, menyebut klaim tersebut sebagai "omong kosong" dan menuduh Barat memicu ketakutan untuk membenarkan peningkatan anggaran militer.
Dalam sebuah pernyataan, Lavrov membandingkan upaya Barat untuk melemahkan Rusia melalui perang proksi di Ukraina dengan ambisi historis Napoleon dan Hitler, yang berusaha menimbulkan "kekalahan strategis" terhadap Rusia.
Ia memperingatkan bahwa eskalasi militer Barat dapat memicu konflik yang lebih luas di Eropa dan menyerukan agar Barat mengurangi pendekatan militeristiknya untuk menghindari konsekuensi yang lebih serius.
Pernyataan Rutte tentang superioritas NATO atas Kekaisaran Romawi dan Napoleon memicu kritik tajam di media sosial dan kalangan analis. Seorang analis media, Michael William Lebron, menyatakan bahwa pernyataan tersebut lebih menyerupai "arogansi kekaisaran" daripada diplomasi, mengingatkan pada retorika berbahaya yang pernah terdengar di Berlin pada 1939.
Sejarawan John Laughland mempertanyakan perbandingan tersebut, menyoroti bahwa Kekaisaran Romawi dan Napoleon adalah entitas negara, bukan aliansi seperti NATO, dan mempertanyakan apakah NATO kini bertransformasi menjadi sebuah "kekaisaran" modern.
Jurnalis Irlandia Chay Bowes juga mengkritik keras, menyamakan nada Rutte dengan retorika agresif era Perang Dunia II. Sementara itu, jurnalis Inggris Afshin Rattansi menyebut NATO sebagai organisasi "hiper-militer" yang jauh dari sifat defensif, dengan merujuk pada keterlibatannya dalam konflik di Yugoslavia, Afghanistan, Irak, Libya, dan Suriah.
Ia juga menuding Rutte sebagai "boneka" kepentingan Washington, memperingatkan bahwa NATO dipandang sebagai ancaman oleh banyak negara di luar aliansi.
Pernyataan Rutte yang membandingkan NATO dengan Kekaisaran Romawi dan Napoleon perlu dilihat dalam konteks historis dan struktural. Berikut adalah analisis singkat:
1. Kekaisaran Romawi: Berlangsung selama berabad-abad, Kekaisaran Romawi mengandalkan legiun militer yang kuat dan kontrol teritorial yang luas, terutama di wilayah Mediterania. Kekuatannya terletak pada pemerintahan terpusat dan kemampuan untuk memproyeksikan kekuatan militer di wilayah yang luas.
2. Kekaisaran Napoleon: Pada puncaknya di awal abad ke-19, pasukan Napoleon, yang dikenal sebagai Grande Armée, mencapai kekuatan hingga 600.000 tentara. Namun, kekaisaran ini bersifat jangka pendek dan bergantung pada kepemimpinan karismatik Napoleon serta kampanye militer yang agresif.
3. NATO: Sebagai aliansi 32 negara dengan PDB gabungan sekitar 45 triliun dolar AS, NATO memiliki kemampuan militer modern yang tak tertandingi, didukung oleh teknologi canggih dan jaringan global. Berbeda dengan dua entitas sebelumnya, NATO beroperasi sebagai aliansi pertahanan kolektif berdasarkan prinsip demokratis, bukan negara tunggal.
Meskipun NATO memiliki keunggulan dalam hal sumber daya dan teknologi, perbandingan dengan kekaisaran historis dianggap bermasalah karena perbedaan sifat organisasi.
Kekaisaran Romawi dan Napoleon bersifat ofensif dan ekspansionis, sedangkan NATO secara resmi didirikan sebagai aliansi pertahanan. Kritik terhadap pernyataan Rutte menyoroti bahwa perbandingan ini dapat memperkuat persepsi bahwa NATO memiliki ambisi kekuasaan yang melampaui mandat defensifnya.
Pernyataan Rutte mencerminkan fokus strategis NATO pada penguatan kapasitas militer di tengah ketegangan dengan Rusia. Dorongan untuk meningkatkan pengeluaran pertahanan dan kesiapan militer menunjukkan pergeseran menuju "pola pikir masa perang," seperti yang pernah disebutkan Rutte sebelumnya.
Namun, retorika ini juga memicu kekhawatiran tentang eskalasi konflik. Rusia memandang langkah-langkah NATO sebagai provokasi, sementara kritik dari analis menunjukkan bahwa perbandingan dengan kekaisaran dapat memperburuk persepsi negatif terhadap NATO, terutama di negara-negara non-anggota.
Lebih lanjut, pernyataan ini menimbulkan pertanyaan tentang identitas NATO. Apakah aliansi ini tetap setia pada prinsip pertahanan kolektif, atau apakah ia sedang bergerak menuju postur yang lebih agresif?
Kritik yang menyebut NATO sebagai "hiper-militer" menunjukkan bahwa operasi masa lalunya di berbagai belahan dunia telah menciptakan citra yang sulit untuk dilepaskan dari tuduhan imperialisme.
Pernyataan Mark Rutte tentang keunggulan NATO atas Kekaisaran Romawi dan Napoleon merupakan upaya untuk menegaskan kekuatan aliansi di tengah tantangan geopolitik yang kompleks.
Namun, perbandingan ini telah memicu reaksi keras, baik dari Rusia yang menolak tuduhan ancaman, maupun dari analis yang melihatnya sebagai tanda arogansi kekaisaran. Meskipun NATO memiliki kemampuan militer yang luar biasa, perbandingan dengan entitas historis yang bersifat ekspansionis menimbulkan risiko salah tafsir tentang misi dan tujuan aliansi.
0Komentar