![]() |
Irak desak AS cegah Israel gunakan wilayah udaranya untuk serang Iran. Ketegangan meningkat usai serangan 13 Juni 2025. (Foto: Dok. REUTERS) |
Irak resmi meminta Amerika Serikat (AS) mencegah pesawat tempur Israel menggunakan wilayah udaranya untuk menyerang Iran. Permintaan ini dilayangkan pada 14 Juni 2025, sehari setelah serangan Israel ke fasilitas militer Iran yang diduga menewaskan puluhan orang.
"Irak telah meminta Amerika Serikat mengambil perannya dalam mencegah pesawat Israel melanggar ruang udara Irak sesuai dengan Perjanjian Kerangka Strategis," lapor Kantor Berita Irak yang dikutip dari Anadolu.
Pemerintah Irak menyatakan bahwa penggunaan wilayah udaranya oleh Israel merupakan pelanggaran serius terhadap kedaulatan negara.
Permintaan ini didasarkan pada Perjanjian Kerangka Strategis antara Irak dan AS serta prinsip hukum internasional.
Juru bicara militer Irak, Sabah al-Numan, menegaskan bahwa AS punya kewajiban moral dan hukum untuk mencegah pelanggaran semacam itu, mengingat AS masih memiliki kehadiran militer di Irak sebagai bagian dari koalisi anti-ISIS.
Selain menyurati Washington, Irak juga telah mengajukan keluhan resmi ke Dewan Keamanan PBB. Dalam surat tersebut, Irak mengecam keras tindakan Israel dan meminta komunitas internasional menghormati ruang udara Irak sebagai wilayah berdaulat.
Namun hingga 18 Juni 2025, belum ada respons dari pihak AS maupun Iran terkait desakan tersebut. Beberapa laporan hanya menyebut AS mulai menarik sebagian personelnya dari kawasan menyusul meningkatnya ancaman keamanan.
Sementara Iran, meski belum berkomentar secara langsung atas langkah Irak, telah meminta Baghdad mengambil sikap tegas terhadap kemungkinan penggunaan wilayah udaranya oleh Israel.
Ketegangan ini memicu penutupan ruang udara di sejumlah negara Timur Tengah, termasuk Irak, Iran, Israel, Lebanon, dan Yordania.
Maskapai besar seperti Emirates dan Qatar Airways telah membatalkan atau mengalihkan sejumlah penerbangan.
Badan keselamatan penerbangan Eropa (EASA) juga mengklasifikasikan kawasan tersebut sebagai zona berisiko tinggi bagi penerbangan sipil.
Irak berada dalam posisi sulit. Di satu sisi ingin mempertahankan hubungan diplomatik dengan Iran, di sisi lain masih menjadi mitra strategis AS.
Namun permintaan terbaru ini menunjukkan bahwa Baghdad tidak ingin dijadikan jalur lintasan konflik regional. Tekanan terhadap AS pun semakin besar, apalagi jika konflik Israel-Iran terus meluas dan menyeret aktor-aktor lain di kawasan.
Langkah Irak bisa menjadi sinyal penting bagi perubahan peta geopolitik kawasan. Bila AS memilih bungkam terlalu lama, kredibilitasnya di mata sekutu seperti Irak bisa ikut dipertaruhkan.
0Komentar