KPK resmi menyelidiki dugaan korupsi kuota haji dan gratifikasi di Kemenag. Ribuan jemaah disebut berangkat tanpa antrean. Pansus DPR ungkap pelanggaran sistemik. (Foto: jawapos.com/Rian Alfianto)

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi mengonfirmasi tengah menyelidiki dugaan korupsi dalam penyelenggaraan haji 2024, khususnya terkait kuota haji khusus. Penyelidikan ini dimulai usai serangkaian laporan masyarakat sejak pertengahan 2024, termasuk dugaan gratifikasi, manipulasi antrean, dan permainan vendor katering.

"Ya benar," kata Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, dalam pesan singkat kepada media, Kamis (19/6/2025), mengonfirmasi bahwa perkara tersebut sudah masuk tahap penyelidikan awal. 

Ia menambahkan, "Masih lidik", menandakan belum ada tersangka maupun pengumuman resmi mengenai pihak yang terlibat.

Masalah bermula dari temuan Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket DPR yang menyatakan terdapat ribuan jemaah haji khusus yang diberangkatkan tanpa masa tunggu resmi. 

Hal ini dinilai melanggar aturan sistem antrean nasional, yang umumnya mencapai 15-30 tahun di beberapa daerah.

Tak hanya itu, DPR juga menemukan indikasi keterlibatan pejabat dalam pengaturan kuota dan dugaan gratifikasi dari pihak travel serta vendor penyedia layanan haji. 

Salah satu kasus yang disorot adalah soal penyediaan makanan siap saji, yang dinilai tak sesuai standar pelayanan jemaah.

“Banyak temuan pelanggaran, mulai dari kuota hingga katering. Kami sedang evaluasi sistem dan dorong revisi UU Haji,” kata Saleh Partaonan Daulay, anggota Pansus dari Fraksi PAN, kepada media pada awal September 2024.

Skandal ini berpotensi mengguncang kredibilitas Kementerian Agama (Kemenag) dan mengganggu kepercayaan publik terhadap penyelenggaraan haji, salah satu ibadah paling sensitif di Indonesia. 

Tak hanya itu, dugaan gratifikasi dan penyalahgunaan kuota juga bisa berdampak ke sektor travel umrah dan haji swasta yang selama ini bergantung pada sistem kuota resmi.

“Kalau terbukti, ini bukan cuma soal moral, tapi menyangkut penyalahgunaan kepercayaan jutaan umat,” ujar Dr. Abdul Rohman, pakar hukum administrasi negara dari UIN Syarif Hidayatullah.

Pansus DPR sempat melayangkan panggilan kepada Menteri Agama saat itu, Yaqut Cholil Qoumas, namun ia beberapa kali tidak hadir. 

Situasi ini memicu kritik tajam dari anggota dewan. Sebaliknya, Menteri Agama saat ini, Nasaruddin Umar, mengambil langkah lebih hati-hati dan menolak dorongan untuk menambah kuota tanpa evaluasi menyeluruh.

Di tengah sorotan ini, Badan Pengelola Haji (BP Haji) berupaya memperbaiki tata kelola dengan merekrut eks penyidik KPK guna mengawasi penyelenggaraan haji 2026. 

Kepala BP Haji menyatakan bahwa langkah ini bertujuan untuk mencegah potensi korupsi dari hulu ke hilir.

“Kami ingin memastikan ke depan lebih transparan dan akuntabel,” katanya kepada Kumparan, Rabu (19/6/2025).

Melihat banyaknya temuan pelanggaran, Pansus DPR mendorong revisi Undang-Undang Haji untuk memperketat pengawasan dan transparansi kuota. 

KPK juga membuka peluang untuk bekerja sama dengan DPR dalam mengungkap pelaku dan aliran dana mencurigakan.

Namun, pengamat menilai langkah ini akan sulit tanpa political will dari elite.

"Reformasi kuota haji butuh dukungan politik penuh, bukan sekadar gimmick tahunan,” kata Dr. Bivitri Susanti, pakar tata negara dari Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera.

Dugaan korupsi dalam kuota haji membuka borok lama sistem penyelenggaraan ibadah yang melibatkan miliaran rupiah dana umat. 

KPK dan DPR kini menghadapi ujian besar: menindak tuntas tanpa pandang bulu, serta mengembalikan kepercayaan publik. Semua mata tertuju pada hasil penyelidikan dan reformasi yang dijanjikan.