Negosiasi tarif dagang antara Indonesia dan Amerika Serikat memasuki tahap akhir. Semua dokumen telah diserahkan, dan keputusan dari AS sangat dinantikan jelang tenggat 17 Juni 2025. (Foto: MI/Ramdani)

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengonfirmasi bahwa negosiasi tarif dagang tahap kedua antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS) telah mencapai fase akhir. Seluruh dokumen yang dibutuhkan telah dikirim ke pihak AS, dan kini Indonesia tinggal menunggu keputusan resmi dari Washington. 

Hubungan dagang Indonesia-AS merupakan bagian penting dari kerja sama ekonomi kedua negara. Pada April 2025 lalu, AS sempat memberlakukan tarif resiprokal sebesar 32% untuk sejumlah produk dari Indonesia. Namun, tarif tersebut ditangguhkan selama 90 hari—hingga 8 Juli 2025—untuk memberi ruang bagi proses negosiasi.

Pembicaraan resmi dimulai pada 18 April 2025 dengan target tenggat waktu 60 hari, yaitu 17 Juni 2025. Dalam perundingan, isu yang dibahas tidak hanya soal tarif, tapi juga hambatan non-tarif, perdagangan digital, aturan asal-usul barang, dan keamanan ekonomi.

Putaran pertama negosiasi berlangsung di Washington, D.C., dari 16 hingga 25 April. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Edi Prio Pambudi, sementara AS diwakili oleh Jamieson Greer. 

Indonesia juga membawa daftar tarif preferensial untuk produk AS, yang terutama mencakup sektor pertanian dan energi, sebagai bagian dari strategi negosiasi.

Dalam pernyataannya di Gedung Kemenko Perekonomian, Airlangga menyebut bahwa semua dokumen teknis telah diserahkan dan proses pembahasan dianggap sudah tuntas. 

“Kemarin seluruh dokumen kita sudah kita submit, jadi relatif sudah lengkap. Pembicaraan prosesnya sudah lengkap, tinggal keputusan,” ujar Airlangga.

Ia juga menegaskan bahwa belum ada rencana mengirim delegasi tambahan ke AS dalam waktu dekat karena pembahasan yang ada sudah cukup. 

Meskipun sebelumnya dijadwalkan akan ada putaran kedua pada Juni, beberapa sumber menyebutkan bahwa pertemuan tambahan itu mungkin tidak lagi diperlukan, karena negosiasi telah berjalan sesuai ekspektasi.

Komunikasi langsung antara Presiden Prabowo Subianto dan Presiden AS Donald Trump juga diyakini berperan dalam mempercepat penyelesaian, meskipun belum ada keterangan resmi mengenai isi pembicaraan mereka.

Negosiasi ini punya arti besar bagi perekonomian nasional, khususnya dalam hal ekspor ke AS. Amerika Serikat merupakan pasar utama bagi produk Indonesia seperti tekstil, sepatu, dan barang elektronik. 

Jika tarif tinggi jadi diterapkan, harga produk Indonesia akan menjadi kurang kompetitif, yang bisa memengaruhi ekspor dan lapangan kerja di sektor terkait.

Sebaliknya, jika negosiasi berjalan mulus, Indonesia bisa mendapat akses pasar yang lebih luas, meningkatkan investasi, dan memperkuat posisinya dalam rantai pasok global. 

Namun, rencana untuk meningkatkan impor produk pertanian dan energi dari AS juga harus ditimbang matang agar tidak mengganggu sektor dalam negeri.

Salah satu hambatan terbesar adalah dinamika politik dalam negeri AS. Kebijakan proteksionis yang diusung Presiden Trump membuat arah kebijakan perdagangan AS sering berubah-ubah. Keputusan akhir dari Washington sangat mungkin dipengaruhi oleh tekanan politik dan kepentingan industri di AS.

Di sisi lain, Indonesia juga harus memastikan koordinasi lintas kementerian berjalan mulus. Dukungan dari pelaku usaha sangat penting agar kepentingan nasional tetap terjaga. Soal transparansi, Airlangga mengakui bahwa belum semua detail bisa dibuka ke publik karena prosesnya masih berlangsung.

Dengan tenggat waktu 17 Juni yang semakin dekat, keputusan dari AS diharapkan keluar dalam hitungan hari. Jika kesepakatan tercapai, Indonesia bisa menghindari beban tarif tinggi sekaligus memperkuat posisi tawarnya di perdagangan global.

Namun jika negosiasi gagal, Indonesia perlu bersiap mengambil langkah alternatif, seperti membuka pasar ekspor baru di Asia atau Eropa. 

Pengalaman dalam negosiasi ini juga bisa jadi pelajaran penting untuk memperkuat posisi Indonesia dalam forum internasional seperti ASEAN, WTO, atau IPEF (Indo-Pacific Economic Framework).

Negosiasi dagang Indonesia-AS kini berada di titik krusial. Semua dokumen telah diserahkan, dan bola kini ada di tangan pemerintah AS. Jika berhasil, negosiasi ini bisa menjadi langkah penting dalam memperkuat ekonomi Indonesia di tengah tantangan global. 

Namun, bila tidak membuahkan hasil, Indonesia tetap harus siap dengan strategi cadangan. Yang jelas, diplomasi ekonomi akan semakin vital dalam menghadapi dunia perdagangan yang makin kompleks dan kompetitif.