![]() |
Rupiah menguat ke Rp 16.155 per dolar AS, didukung arus modal asing dan kerja sama ekonomi Indonesia-China. Dolar AS melemah akibat tensi dagang global. (Foto:Istimewa) |
Nilai tukar rupiah dibuka menguat terhadap dolar Amerika Serikat pada awal perdagangan hari ini, Senin, 26 Mei 2025. Berdasarkan data pasar pada pukul 09:11 WIB, rupiah tercatat di posisi Rp 16.155 per dolar AS, naik 0,37% dari penutupan sebelumnya di level Rp 16.217. Ini menempatkan rupiah mendekati level terkuatnya tahun ini, yaitu Rp 16.131/USD yang tercapai pada 7 Januari 2025.
Penguatan ini tak hanya terjadi pada rupiah. Sejumlah mata uang Asia lainnya juga menunjukkan tren positif, seperti ringgit Malaysia (+0,65%), baht Thailand (+0,54%), dan won Korea Selatan (+0,32%).
Sementara itu, dolar Hong Kong justru melemah 0,02%. Di sisi lain, indeks dolar AS turun 0,25% ke angka 98,76, menandai pelemahan greenback terhadap sekeranjang mata uang utama dunia. Salah satu pemicu pelemahan dolar adalah meningkatnya kekhawatiran pasar terhadap eskalasi tensi dagang antara Amerika Serikat dan Uni Eropa.
Washington baru-baru ini menunda penerapan tarif impor tambahan sebesar 50% hingga 9 Juli 2025, namun ketidakpastian masih membayangi. Ketegangan ini menambah tekanan pada dolar AS dan memberi ruang bagi mata uang emerging markets seperti rupiah untuk menguat.
Ekonom Lukman Leong menjelaskan, "Dolar AS sedang dalam fase pelemahan akibat kekhawatiran terhadap ketegangan dagang dan dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi global."
Di sisi fiskal, pasar juga merespons negatif terhadap RUU pemotongan pajak AS (“One Big Beautiful Bill”) yang diprediksi akan menambah utang nasional hingga US$ 3,8 triliun, meningkatkan risiko penurunan peringkat kredit oleh lembaga seperti Moody’s.
Di dalam negeri, penguatan rupiah turut didukung oleh arus modal asing yang masuk dalam jumlah signifikan. Selama periode 19–24 Mei 2025, tercatat dana asing masuk sebesar Rp 14,73 triliun, dengan mayoritas mengalir ke surat utang negara senilai Rp 14,13 triliun.
Selain itu, kunjungan Perdana Menteri China Li Qiang ke Indonesia pekan lalu menghasilkan 12 nota kesepahaman (MoU) strategis, termasuk kerja sama transaksi bilateral menggunakan mata uang lokal antara Bank Indonesia dan People’s Bank of China. Kerja sama ini dinilai memberi kepercayaan tambahan terhadap stabilitas rupiah.
Presiden Prabowo Subianto menegaskan komitmen pemerintah ke depan: “Indonesia siap memperkuat kerja sama dengan China untuk keamanan maritim dan pertumbuhan ekonomi kawasan.”
Analisis dan Proyeksi
Dari sisi teknikal, rupiah diperkirakan bergerak dalam kisaran Rp 16.140 – Rp 16.220 per dolar AS sepanjang hari ini. Level resistance terdekat berada di Rp 16.100, sementara support kuat di kisaran Rp 16.250 – Rp 16.380.
Volatilitas rupiah dalam 30 hari terakhir tercatat sebesar 3,85%, dengan rata-rata nilai tukar harian Rp 16.511,9/USD. Menariknya, nilai tukar real-time dari platform Wise menunjukkan kurs Rp 16.181/USD, mendekati posisi saat ini dan mencerminkan tren konsolidasi yang sehat.
Perbandingan rupiah dengan mata uang negara lain
Dibandingkan dengan mata uang negara berkembang lainnya, rupiah masih menunjukkan kinerja relatif stabil. Real Brasil mengalami fluktuasi tajam akibat tekanan fiskal domestik, sementara lira Turki terus tertekan inflasi tinggi dan ketidakpastian kebijakan moneter.
Dalam konteks ini, stabilitas makro Indonesia dan arus investasi asing menjadi keunggulan tersendiri.
Penguatan rupiah pagi ini bukan sekadar fenomena sesaat, melainkan cerminan dari kombinasi sentimen eksternal yang mendukung serta fundamental domestik yang cukup solid. Kerja sama strategis dengan China, stabilitas pasar surat utang, dan arus modal asing yang deras menjadi bahan bakar utama bagi rupiah untuk melaju.
Ke depan, investor akan mencermati data inflasi PCE dan PDB AS yang akan dirilis pekan ini, serta hasil lelang sukuk negara di dalam negeri. Keseimbangan antara faktor global dan domestik inilah yang akan menentukan arah rupiah dalam jangka pendek hingga menengah.
0Komentar