Ricky Kusmayadi, Deputi Bidang Teknologi Informasi Penanaman Modal di Kementerian Investasi dan Hilirisasi (BKPM). (Panji Saputro/detikINET)

Ekonomi digital Indonesia berada dalam jalur pertumbuhan yang sangat menjanjikan. Diperkirakan nilainya akan mencapai USD 130 miliar atau sekitar Rp 2.100 triliun pada tahun 2025. Angka ini menunjukkan dominasi Indonesia dalam lanskap ekonomi digital Asia Tenggara, dengan kontribusi mencapai 44% dari total kawasan.

Melihat tren saat ini, pada tahun 2030, ekonomi digital Indonesia diproyeksikan melonjak hingga USD 360 miliar (sekitar Rp 5.953 triliun). Ini bukan sekadar angka, tetapi mencerminkan transformasi struktural dalam cara masyarakat bertransaksi, bekerja, dan berinovasi.

Sejak 2017, sektor digital Indonesia telah tumbuh lebih dari delapan kali lipat, dengan e-commerce sebagai motor utamanya. Kecenderungan masyarakat untuk berbelanja online, didorong oleh infrastruktur pembayaran digital dan logistik yang semakin efisien, telah mengubah wajah konsumsi domestik.

“Investasi yang masuk terus mendorong pertumbuhan digital, dan nilainya melonjak delapan kali lipat sejak 2017, didominasi sektor e-commerce,” ungkap Ricky Kusmayadi, menggambarkan betapa cepatnya ekspansi sektor ini.

Transformasi Digital Jadi Agenda Strategis Nasional

Pemerintah Indonesia tidak tinggal diam melihat potensi besar ini. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029, transformasi digital ditetapkan sebagai prioritas nasional.

Langkah ini selaras dengan target ambisius untuk mendorong pertumbuhan ekonomi hingga 8%, yang sebagian besar ditopang oleh investasi di sektor digital, teknologi informasi, dan infrastruktur penunjangnya.

“Digitalisasi adalah bagian penting dari strategi ekonomi nasional,” ujar Ricky, menunjukkan bahwa digital bukan hanya alat bantu, tetapi fondasi ekonomi baru.

Langkah ini juga menandai pergeseran paradigma: dari ekonomi berbasis sumber daya alam menuju ekonomi berbasis inovasi dan teknologi. 

Negara-negara yang sukses di masa depan adalah mereka yang mampu memimpin dalam transformasi digital, dan Indonesia tampaknya tidak ingin tertinggal.

Equinix dan Astra Luncurkan Data Center JK1

Salah satu contoh nyata dari masuknya investasi strategis ke sektor digital adalah kehadiran perusahaan global Equinix, yang baru saja meluncurkan pusat data JK1 Jakarta IBX. 

Fasilitas ini merupakan hasil kolaborasi dengan raksasa lokal Astra Internasional, dan menjadi bagian penting dalam ekosistem digital yang lebih luas.

Tak hanya sebagai tempat penyimpanan data, JK1 juga dirancang untuk mendukung pertumbuhan teknologi mutakhir seperti kecerdasan buatan (AI) dan pemrosesan data skala besar.

“Kami tengah membangun ekosistem mitra dan inovator untuk mempercepat adopsi AI di Indonesia,” ungkap Jon Li dari Equinix.

Peluncuran JK1 menandakan bahwa Indonesia mulai dilirik bukan hanya sebagai pasar, tetapi juga sebagai lokasi strategis untuk infrastruktur digital skala global.

Industri Pusat Data Indonesia Tumbuh Eksponensial

Sejalan dengan itu, industri pusat data dalam negeri pun mengalami lonjakan permintaan. Pada 2028, kapasitas pusat data nasional diprediksi akan mencapai 936 megawatt, meningkat lebih dari 210% dari kapasitas saat ini.

Beberapa faktor utama yang mendorong pertumbuhan ini meliputi tingkat konektivitas yang tinggi, kesiapan terhadap AI dan cloud computing, serta biaya energi dan lahan yang relatif kompetitif.

Selain itu, moratorium pembangunan data center di beberapa negara tetangga, seperti Singapura, secara tidak langsung memberikan keuntungan strategis bagi Indonesia. Banyak investor mulai melirik Jakarta sebagai alternatif utama untuk ekspansi data center mereka di kawasan Asia.

“Faktor-faktor ini memberikan nilai strategis yang makin kuat bagi Indonesia sebagai tujuan utama investasi pusat data,” ujar Ricky.

Dampak Strategis: SDM, Inovasi, dan Daya Saing Global

Investasi di sektor pusat data seperti yang dilakukan Equinix tidak hanya menghadirkan infrastruktur fisik, tetapi juga membuka peluang besar untuk pengembangan sumber daya manusia (SDM), penguatan riset dan inovasi lokal, serta peningkatan daya saing nasional di kancah global.

“Dengan peluncuran data center ini, Indonesia berpeluang menarik lebih banyak perusahaan multinasional dan memperkuat inovasi domestik,” tambah Ricky.

Dari sudut pandang strategis, pusat data adalah “jantung” dari ekonomi digital. Tanpa infrastruktur yang andal, pengembangan layanan digital seperti e-commerce, fintech, AI, bahkan sistem pemerintahan digital akan sulit terwujud secara optimal.

Indonesia saat ini berada di tengah momentum emas digitalisasi. Populasi besar, adopsi internet yang terus meningkat, dan tingginya penetrasi smartphone menciptakan fondasi yang ideal. 

Namun, untuk mengamankan posisi sebagai pemimpin digital Asia Tenggara, diperlukan lebih dari sekadar investasi fisik.

Diperlukan dukungan kebijakan yang adaptif, regulasi pro-pertumbuhan, serta upaya serius dalam pengembangan talenta digital lokal. 

Tanpa itu, pertumbuhan ekonomi digital berisiko didominasi oleh pemain asing dan tidak memberikan dampak maksimal pada kesejahteraan masyarakat.

Dengan mengoptimalkan infrastruktur seperti JK1, mendorong transformasi digital UMKM, dan mempercepat literasi digital di berbagai daerah, Indonesia memiliki peluang besar untuk bukan hanya menjadi pasar digital, tapi juga produsen inovasi digital kelas dunia.