![]() |
Indonesia tertarik mengadopsi panel surya lepas-pasang buatan startup Swiss, Sun-Ways, yang bisa dipasang di atas rel kereta tanpa ganggu operasional. Uji coba akan dimulai di Bogor. (Getty Images) |
Inovasi energi terbarukan kini bergerak ke arah yang semakin kreatif dan efisien. Salah satunya datang dari Swiss, di mana sebuah perusahaan rintisan bernama Sun-Ways tengah menguji panel surya lepas-pasang yang dipasang di atas rel kereta api. Teknologi ini bukan hanya inovatif, tetapi juga menawarkan potensi besar untuk menghasilkan energi bersih tanpa mengganggu infrastruktur transportasi yang ada.
Uji coba teknologi ini tengah dilakukan di wilayah Buttes, Swiss, sepanjang 100 meter rel, dan menjadi yang pertama di dunia dalam kategori pemasangan panel surya tanpa menghentikan lalu lintas kereta api.
Panel dipasang langsung di bantalan rel dan bisa dilepas dalam waktu singkat menggunakan mesin otomatis khusus. Seperti dijelaskan oleh Joseph Scuderi, pendiri Sun-Ways:
"Kami memasang panel seperti di atap rumah."
Untuk menjaga kebersihan panel dan keandalan rel, kereta yang melintas dilengkapi sikat pembersih, menjadikan sistem ini tidak hanya efisien secara energi, tetapi juga minim perawatan tambahan.
Indonesia menunjukkan ketertarikan besar terhadap teknologi ini. Menurut Dieter Napitupulu, Direktur Mutitron Automa, perusahaan rekayasa energi surya dari Indonesia:
"Kami merencanakan untuk menerapkan teknologi itu di Bogor, Jawa Barat, untuk kemudian diperluas di seluruh Pulau Jawa."
Langkah ini menjadi sinyal kuat bahwa Indonesia mulai serius mengintegrasikan teknologi hijau ke dalam infrastruktur transportasinya.
Meskipun terlihat sederhana, panel-panel surya ini memiliki potensi luar biasa. Berdasarkan perhitungan Sun-Ways, jika seluruh 5.320 km rel kereta di Swiss dilengkapi panel serupa, energi yang dihasilkan bisa mencapai 1 miliar kWh per tahun—cukup untuk memenuhi kebutuhan listrik sekitar 300.000 rumah tangga, atau 2% konsumsi listrik nasional.
Jika diterapkan di negara tropis seperti Indonesia, dengan intensitas sinar matahari yang lebih tinggi, kapasitas produksi energi bisa lebih besar lagi. Namun tentu saja, hal ini tetap memerlukan kajian menyeluruh terkait infrastruktur dan kondisi iklim setempat.
Meski menjanjikan, teknologi ini belum sepenuhnya lepas dari uji coba. Otoritas transportasi Swiss baru mengizinkan penggunaan panel untuk masa percobaan tiga tahun, guna mempelajari efek jangka panjang terhadap struktur rel.
Lokasi Buttes dipilih karena kecepatan kereta di sana relatif rendah, hanya sekitar 70 km/jam, sehingga risikonya dapat diminimalkan.
Di sisi lain, proyek ini juga mendapat dukungan dari 12 perusahaan mitra dan lembaga inovasi Innosuisse, dengan total anggaran sekitar Rp 10 miliar sejak ide ini dikembangkan oleh Scuderi pada 2020.
Melihat urgensi perubahan iklim dan kebutuhan akan energi bersih, proyek seperti ini seharusnya tidak hanya dipandang sebagai eksperimen teknologi, tetapi juga sebagai langkah konkret menuju masa depan berkelanjutan.
Indonesia, dengan jalur kereta yang luas dan kebutuhan energi yang terus meningkat, punya peluang besar menjadi pionir di Asia dalam mengadopsi teknologi sejenis.
Namun, tantangannya tidak kecil—mulai dari regulasi, kesiapan infrastruktur, hingga edukasi publik. Oleh karena itu, kolaborasi antara sektor swasta seperti Mutitron Automa dan pemerintah akan sangat krusial dalam mewujudkannya.
Sumber: Artikel dari swissinfo.ch,
0Komentar