Ekonomi Indonesia mengalami pertumbuhan 4,87% pada kuartal I-2025, terhambat oleh lemahnya daya beli dan penurunan jumlah kelas menengah. (Depositphotos)

Ekonomi Indonesia pada kuartal pertama 2025 menunjukkan angka yang mengecewakan dengan pertumbuhan yang hanya mencapai 4,87%. Angka ini lebih rendah dari kuartal IV-2024 yang sebesar 5,02% dan jauh di bawah angka 5,11% pada kuartal I-2024. 

Meskipun kondisi ekonomi global dipengaruhi oleh perang tarif dagang yang menyebabkan ketidakpastian ekonomi dunia, masalah domestik di Indonesia juga turut menjadi faktor utama dalam melambatnya pertumbuhan ekonomi. Salah satu faktor utama yang disoroti adalah lemahnya daya beli masyarakat, yang belum pulih sejak tekanan pada sepanjang 2024.

Konsumsi rumah tangga, yang menyumbang lebih dari separuh PDB Indonesia, hanya tumbuh 4,89% YoY pada kuartal I-2025. Ini lebih rendah dibandingkan dengan pencapaian pada tahun-tahun sebelumnya yang sudah mengalami penurunan. 

advertisements
Ad
Terakhir kali konsumsi rumah tangga tumbuh lebih dari 5% adalah pada kuartal III-2023. Setelahnya, pertumbuhannya stagnan, dan tren negatif ini mencerminkan dampak buruk dari penurunan jumlah kelas menengah di Indonesia.

Data BPS menunjukkan penurunan jumlah kelas menengah Indonesia dalam dekade terakhir. Pada 2014, kelas menengah mencapai 43,34 juta orang, namun pada 2024 jumlahnya hanya tersisa 47,85 juta orang. 

Sebagian besar kelas menengah ini mengalami penurunan status sosial, masuk dalam kategori kelas menengah rentan atau bahkan golongan miskin. Kelas menengah rentan dan kelas miskin terus meningkat, sedangkan jumlah kelas atas tetap terbatas. Kondisi ini menunjukkan ketimpangan ekonomi yang makin mengkhawatirkan.

Salah satu penyebab utama penurunan kelas menengah adalah minimnya penciptaan lapangan kerja, khususnya akibat deindustrialisasi yang terus berlangsung. Sektor manufaktur Indonesia, yang sebelumnya menjadi pilar utama ekonomi, mengalami penurunan signifikan terhadap PDB. 

Pada 2014, sektor ini menyumbang 21,02% dari PDB, namun pada 2024 hanya tinggal 18,98%. Penurunan ini menghambat kesempatan bagi kelas menengah untuk meningkat secara sosial dan ekonomi, memperburuk daya beli masyarakat, dan memperlemah stabilitas ekonomi domestik.
Untuk mengatasi tantangan ini, pemerintahan Presiden Prabowo Subianto harus fokus pada kebijakan industrialisasi yang dapat menciptakan lapangan kerja lebih banyak. 

Salah satu langkah penting adalah memperbaiki iklim investasi di Indonesia, dengan menyederhanakan regulasi dan memperbaiki sistem perlindungan hak kekayaan intelektual. Biaya investasi yang tinggi di Indonesia, yang jauh lebih mahal dibandingkan negara tetangga seperti Malaysia, menjadi salah satu hambatan yang harus segera diatasi.

Selain itu, Indonesia harus memperkuat sektor pendidikan, riset, dan inovasi teknologi. Ini akan mendorong pengembangan industri yang berbasis pada pengetahuan dan teknologi tinggi, yang bisa menarik lebih banyak investasi. 

Negara-negara seperti Malaysia, Thailand, dan Singapura telah menunjukkan bahwa industri berbasis inovasi dapat menjadi kunci bagi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Secara keseluruhan, meskipun ada banyak tantangan, Indonesia memiliki potensi besar untuk membangun kembali kelas menengah yang kuat dan meningkatkan daya beli masyarakat. 

Namun, ini hanya akan tercapai jika pemerintah dapat menciptakan kebijakan yang mendukung industrialisasi, inovasi, dan pendidikan berkualitas, serta memperbaiki iklim investasi yang menarik. Keterlambatan dalam melakukan reformasi ini bisa memperburuk kondisi ekonomi dalam jangka panjang.