![]() |
Amerika Serikat dan Qatar menandatangani kesepakatan jumbo senilai Rp3.300 triliun. (Etihad Aviation Group) |
Amerika Serikat dan Uni Emirat Arab (UEA) baru saja mengumumkan kesepakatan ekonomi besar yang diperkirakan bernilai lebih dari US$200 miliar, atau sekitar Rp3.300 triliun jika mengacu pada kurs Rp16.500 per dolar AS. Kesepakatan ini mencakup berbagai sektor strategis, termasuk industri transportasi, manufaktur, serta ekspor-impor, dan menjadi bukti kuat dari hubungan dagang yang semakin erat antara kedua negara.
Salah satu poin utama dalam perjanjian tersebut adalah investasi besar yang dilakukan maskapai nasional UEA, Etihad Airways. Maskapai tersebut disebut akan menggelontorkan dana sekitar US$14,5 miliar untuk pembelian 28 unit pesawat canggih Boeing, yaitu tipe 787 Dreamliner dan 777X.
Kedua tipe pesawat ini dikenal sebagai produk unggulan Boeing dalam kategori pesawat berbadan lebar, dan 777X bahkan digadang-gadang sebagai generasi penerus dari keluarga 777 yang legendaris.
Menurut pernyataan dari Gedung Putih, pesawat-pesawat tersebut akan dilengkapi dengan mesin buatan GE Aerospace, salah satu perusahaan teknologi penerbangan terkemuka di dunia yang juga berasal dari Amerika Serikat.
Meski pengumuman ini telah disampaikan secara resmi oleh pihak AS, hingga kini belum ada konfirmasi langsung dari Etihad, Boeing, maupun GE Aerospace terkait rincian transaksi tersebut. Ketiga perusahaan tersebut memilih untuk belum memberikan komentar publik.
Pihak Gedung Putih menyatakan bahwa pengadaan pesawat ini merupakan langkah penting dalam memperkuat kemitraan industri penerbangan antara Amerika Serikat dan UEA. Di samping itu, investasi ini juga dinilai akan mendukung sektor manufaktur AS dan memperbesar volume ekspor negara tersebut.
Ini bukan sekadar kesepakatan bisnis biasa, melainkan strategi diplomatik yang menunjukkan bagaimana kerja sama ekonomi dapat menjadi alat penguatan hubungan antarnegara.
Etihad Airways sendiri saat ini mengoperasikan sekitar 100 unit pesawat. Dalam pernyataannya bulan lalu, CEO Etihad, Antonoaldo Neves, menyebutkan bahwa maskapai tersebut berencana menambah 20 hingga 22 pesawat baru sepanjang tahun ini.
Rencana ekspansi ini sejalan dengan visi jangka panjang Etihad untuk memiliki armada berjumlah hingga 170 pesawat pada tahun 2030. Ekspansi armada juga dianggap sebagai bagian dari langkah Abu Dhabi dalam mempercepat strategi diversifikasi ekonominya, mengurangi ketergantungan pada sektor minyak dan gas.
Dalam waktu dekat, Etihad dijadwalkan menerima 10 unit pesawat Airbus A321LR, yang dirancang untuk penerbangan jarak menengah dengan efisiensi bahan bakar tinggi. Pesawat-pesawat ini dijadwalkan mulai beroperasi pada Agustus 2025.
Selain itu, enam unit Airbus A350 dan empat Boeing 787 juga akan menjadi bagian dari pengadaan armada baru.
Ini menunjukkan bahwa Etihad tetap membuka kerja sama dengan berbagai produsen pesawat, meskipun ada investasi besar terhadap Boeing.
Menariknya, kesepakatan besar antara AS dan UEA ini bukan satu-satunya yang diumumkan dalam pekan yang sama. Pada kunjungan Presiden AS Donald Trump ke kawasan Teluk, Boeing juga menandatangani kontrak jumbo lainnya dengan Qatar Airways.
Qatar Airways memesan sebanyak 160 unit pesawat jet berbadan lebar dari Boeing dengan nilai kontrak mencapai US$96 miliar. Ini disebut-sebut sebagai salah satu kontrak terbesar dalam sejarah industri penerbangan komersial modern.
Jika ditinjau dari sisi geopolitik dan ekonomi global, langkah-langkah ini tampaknya merupakan bagian dari strategi luas AS untuk memperkuat pengaruhnya di kawasan Teluk, sembari mendukung industri manufaktur dalam negeri melalui ekspor produk bernilai tinggi seperti pesawat terbang.
Investasi semacam ini juga memberikan sinyal kepada dunia bahwa sektor penerbangan komersial sedang mengalami pemulihan pasca-pandemi, dengan maskapai-maskapai besar kembali berani melakukan ekspansi besar-besaran.
Di sisi lain, kolaborasi antara negara produsen dan negara pengguna seperti ini menunjukkan bahwa diplomasi ekonomi tetap menjadi salah satu pilar utama dalam hubungan internasional modern.
Melihat ke depan, jika semua komponen dalam kesepakatan ini berjalan mulus, tidak hanya sektor aviasi yang akan diuntungkan.
Efek berantai dari proyek-proyek besar seperti ini juga akan dirasakan oleh sektor logistik, pariwisata, hingga pendidikan teknik penerbangan di kedua negara.
Kesepakatan senilai lebih dari US$200 miliar ini menjadi penanda bahwa hubungan antara AS dan UEA bukan sekadar retorika diplomatik, tetapi diwujudkan dalam bentuk kerja sama nyata yang memiliki dampak ekonomi jangka panjang.
0Komentar