![]() |
Wakil Presiden AS JD Vance menegaskan bahwa perang Rusia-Ukraina belum akan berakhir meski Washington dan Kyiv baru saja meneken kesepakatan strategis soal mineral tanah jarang. (BBC/The Independent) |
Wakil Presiden Amerika Serikat, JD Vance, menyatakan bahwa konflik bersenjata antara Rusia dan Ukraina masih jauh dari akhir, meskipun Washington baru saja menandatangani perjanjian kerja sama mineral dengan Kyiv. Hal ini diungkapkan dalam wawancara dengan Fox News pada Kamis, 1 Mei 2025.
Menurut Vance, tantangan utama saat ini adalah membantu kedua belah pihak menemukan jalan keluar damai dari perang yang telah berlangsung lebih dari tiga tahun.
“Tugas kita adalah membantu Rusia dan Ukraina menemukan titik temu,” kata Vance. “Namun pada akhirnya, kesepakatan damai hanya bisa dicapai oleh mereka sendiri.”
Pernyataan tersebut muncul setelah Amerika Serikat dan Ukraina menyepakati kerja sama pemanfaatan sumber daya mineral tanah jarang. Sebagai bagian dari kesepakatan, Washington menjanjikan bantuan keamanan kepada Ukraina di masa depan. Langkah ini dinilai sebagai strategi AS untuk mempererat hubungan jangka panjang dengan Ukraina, terutama dalam bidang ekonomi dan pertahanan.
Meski demikian, Vance menegaskan bahwa kesepakatan ekonomi tersebut belum cukup untuk menghentikan perang. Ia juga membela pendekatan Presiden Donald Trump terhadap konflik ini.
“Tentu saja rakyat Ukraina marah karena diserang. Tapi apakah kita akan terus kehilangan ribuan nyawa hanya untuk beberapa kilometer wilayah?” ujarnya.
Trump sebelumnya mengisyaratkan bahwa Ukraina mungkin perlu mempertimbangkan kompromi atas wilayah Crimea, yang dicaplok Rusia sejak 2014, demi tercapainya gencatan senjata. Namun, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menolak wacana tersebut karena bertentangan dengan konstitusi negaranya.
Di sisi lain, Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio mengatakan bahwa dibutuhkan sebuah "terobosan" diplomatik untuk mengakhiri konflik. Ia menyebut jika tidak ada kemajuan nyata, Trump bisa saja menghentikan perannya sebagai mediator antara kedua negara.
Sementara itu, situasi di lapangan tetap panas. Pada hari yang sama, Rusia kembali melancarkan serangan drone ke Kota Zaporizhzhia, yang menyebabkan sedikitnya 14 orang terluka.