Sudah Didorong India & RI, Harga Batu Bara Masih Anteng di Tempat

.

Harga batu bara global tercatat stagnan di angka US$97,05/ton meski mendapat dorongan dari proyek pembangkit listrik baru di India dan kebijakan royalti baru dari Indonesia. (iStockphoto/Indigo Division)

Harga batu bara dunia tercatat stabil meskipun dibayangi berbagai dinamika global. Pada 21 April 2025, harga batu bara berada di level US$97,05 per ton, tidak mengalami perubahan dari penutupan sebelumnya pada 17 April 2025.

Stabilitas harga ini terjadi seiring dengan sejumlah kabar positif dari berbagai negara, terutama India. Negara dengan konsumsi batu bara terbesar ketiga di dunia ini tengah memperkuat kapasitas pembangkit listrik berbahan bakar batu bara. 

Salah satu perusahaan tambang milik negara di India akan membangun pembangkit baru berkapasitas 1.600 megawatt di Jharkhand, India Timur. Proyek ini merupakan hasil kerja sama dengan Damodar Valley Corporation dan menelan investasi sekitar 165 miliar rupee atau setara US$1,94 miliar.

Pembangkit tersebut akan terdiri dari dua unit berkapasitas masing-masing 800 MW dan merupakan ekspansi dari fasilitas pembangkit 500 MW yang sudah ada. Selain itu, perusahaan tersebut juga sedang mengembangkan dua proyek pembangkit listrik lainnya: satu di Madhya Pradesh dengan kapasitas 660 MW dan satu lagi di Odisha berkapasitas 1.600 MW, yang keduanya ditargetkan rampung pada 2030.  

Upaya ini sejalan dengan strategi India untuk memperkuat ketahanan energi di tengah meningkatnya permintaan listrik domestik, meskipun negara tersebut juga tengah mengembangkan sumber energi nonfosil.

Dukungan Regulasi dari Indonesia

Dari dalam negeri, sentimen positif datang melalui kebijakan baru pemerintah Indonesia yang dinilai menguntungkan industri batu bara. Presiden Prabowo Subianto menetapkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2025, yang merupakan revisi dari PP Nomor 15 Tahun 2022. Aturan ini mengatur tentang ketentuan perpajakan dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di sektor pertambangan batu bara.

Peraturan ini ditetapkan pada 11 April 2025 dan mulai berlaku efektif pada 26 April 2025. Tujuan utamanya adalah memberikan kepastian hukum serta kepastian berusaha bagi pemegang Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), khususnya mereka yang melanjutkan operasi pasca kontrak/perjanjian berakhir.

Salah satu poin penting dalam beleid ini adalah penyesuaian tarif royalti untuk ekspor. Dengan harga acuan saat ini yang masih di bawah US$100 per ton, pemegang IUPK akan dikenakan tarif royalti sebesar 18%, lebih rendah dibandingkan sebelumnya yang mencapai 25% untuk generasi pertama dan 24% untuk generasi kedua. Sementara itu, tarif royalti untuk penjualan domestik tetap di angka 14%.

Kebijakan ini diharapkan dapat meringankan beban operasional perusahaan tambang dan memberi angin segar bagi iklim investasi di sektor energi nasional.

 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama