Ketegangan antara dua negara bersenjata nuklir di Asia Selatan, India dan Pakistan, kembali meningkat setelah insiden tembak-menembak terjadi selama empat hari berturut-turut di wilayah sengketa Kashmir. Terkait hal ini, pemerintah China menyampaikan keprihatinannya dan menyerukan kedua pihak untuk menunjukkan sikap menahan diri.
"China berharap kedua negara dapat bertemu di tengah, menyelesaikan perbedaan melalui dialog dan konsultasi, serta bersama-sama menjaga perdamaian dan stabilitas kawasan," ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Guo Jiakun, dalam pernyataan resmi yang dikutip media internasional, Senin (28/4/2025).
Sebelumnya, Amerika Serikat juga telah memberikan respons atas situasi ini. Washington menyatakan bahwa mereka terus berkomunikasi dengan otoritas di New Delhi dan Islamabad, dan mendesak kedua negara untuk mengambil langkah yang bertanggung jawab guna meredam ketegangan lebih lanjut.
Ketegangan memuncak sejak 22 April, setelah sebuah serangan terhadap wisatawan di Kashmir menewaskan 26 orang. Pemerintah India menuding Pakistan berada di balik insiden tersebut, menuduh negara tetangganya itu mendukung kelompok militan The Resistance Front.
Sebagai respons, India meluncurkan berbagai tindakan diplomatik, termasuk menangguhkan perjanjian pembagian air, menutup perbatasan darat utama, dan memerintahkan warga negara Pakistan untuk meninggalkan India sebelum 29 April.
Pakistan kemudian merespons dengan langkah serupa, seperti menutup wilayah udara dari penerbangan India, membatalkan visa bagi warga India kecuali peziarah Sikh, serta meminta diplomat India meninggalkan negara itu. Dalam pernyataan keras, Menteri Pertahanan Pakistan Khawaja Asif menegaskan bahwa negaranya siap menghadapi segala bentuk eskalasi.
"Jika India meningkatkan intensitas serangannya, kami siap bertindak demi melindungi wilayah kami," tegasnya dalam konferensi pers.