Nilai tukar rupiah diproyeksikan akan mengalami pelemahan signifikan pada awal September 2025, sementara harga bahan bakar minyak (BBM) non-subsidi diperkirakan turun atau stagnan. Faktor politik dalam negeri dan penguatan dolar Amerika Serikat (AS) menjadi penyebab utama tekanan pada rupiah.
Pengamat mata uang dan komoditas, Ibrahim Assuaibi, memperkirakan rupiah akan terdepresiasi 100–150 poin pada perdagangan Senin, 1 September 2025. Menurutnya, rupiah berpotensi melemah hingga kisaran Rp16.600–16.650 per dolar AS.
“Ada kemungkinan besar rupiah akan melemah 100–150 poin. Dalam kelemahan ini, rupiah diprediksi mendekati level 16.600,” kata Ibrahim dalam keterangan resmi.
Pelemahan ini didorong oleh dua faktor utama. Pertama, meningkatnya ketegangan politik domestik sejak aksi demonstrasi massal pada 25 Agustus 2025.
Demonstrasi yang awalnya menolak kenaikan tunjangan anggota DPR berujung kerusuhan setelah seorang pengemudi ojek online, Affan Kurniawan, tewas tertabrak kendaraan taktis Brimob.
Kedua, faktor eksternal berupa penguatan dolar AS. Data ekonomi AS menunjukkan pertumbuhan kuartal II 2025 melampaui proyeksi, sementara klaim tunjangan pengangguran menurun.
Kondisi ini memperkuat mata uang dolar sehingga menekan rupiah lebih dalam.
Pada perdagangan Jumat, 29 Agustus 2025, rupiah ditutup melemah 0,90% di level Rp16.499 per dolar AS. Kurs rupiah di sejumlah bank pada Minggu, 31 Agustus 2025, bergerak di kisaran Rp16.378–16.579 per dolar.
Berbeda dengan rupiah, harga BBM non-subsidi diproyeksikan turun atau stagnan mulai 1 September 2025. Perkiraan ini sejalan dengan turunnya harga minyak mentah dunia sepanjang Agustus meski rupiah melemah.
Data Refinitiv mencatat rata-rata harga minyak Brent sebesar US$67,26 per barel pada Agustus 2025, turun 3,3% dibandingkan Juli yang mencapai US$69,55 per barel. Sementara itu, harga minyak WTI rata-rata US$64,02 per barel, turun 4,8% dari Juli 2025.
Penurunan harga minyak dipengaruhi keputusan OPEC+ yang menambah produksi 547.000 barel per hari untuk September 2025.
Namun, harga sempat bergejolak akibat sentimen geopolitik, termasuk pertemuan antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin di Alaska.
Gejolak politik dan pelemahan rupiah juga memengaruhi pasar saham domestik. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terkoreksi 1,53% ke level 7.830,49 pada perdagangan Jumat, 29 Agustus 2025. Investor asing tercatat melakukan aksi jual bersih besar hingga Rp1,12 triliun.
Ibrahim memperkirakan IHSG masih berpotensi melemah pada awal pekan depan, meski tidak sampai menembus level suspensi perdagangan.
“IHSG diprediksi bisa turun maksimal 5%. Namun, kondisinya belum seburuk periode taper tantrum 2013,” jelasnya.
Situasi politik yang belum stabil dinilai meningkatkan risiko investasi di Indonesia. Meski belum dalam skala besar, tekanan pada rupiah, harga saham, dan potensi penyesuaian harga BBM menunjukkan dampak nyata dari dinamika politik terhadap perekonomian nasional.

0Komentar