Uni Eropa (UE) menjatuhkan sanksi terhadap lima warga Israel dan tiga organisasi yang dianggap terlibat dalam pelanggaran serius hak asasi manusia terhadap warga Palestina di Tepi Barat. Sanksi ini meliputi larangan bepergian, pembekuan aset, dan larangan dukungan finansial.
Langkah tersebut memicu reaksi keras dari Menteri Keuangan Israel, Bezalel Smotrich, yang menekan bank-bank di Israel agar tetap melayani individu yang dikenai sanksi. Ia bahkan mengancam akan memberikan sanksi balik bagi bank yang mematuhinya.
Sanksi UE pada Juli 2024 menargetkan tokoh seperti Ben-Zion Gopstein dan Isaschar Manne, serta organisasi seperti Tsav 9, yang dituduh menghalangi bantuan kemanusiaan ke Gaza dan terlibat dalam kekerasan terhadap warga Palestina.
Sebelumnya, pada April 2024, UE sudah menyasar kelompok ekstremis seperti Lehava dan Hilltop Youth. Ini merupakan pertama kalinya UE secara resmi menghukum warga Israel atas pelanggaran hak asasi di wilayah pendudukan.
Menteri Smotrich mengecam sanksi ini, menyebutnya sebagai pelanggaran terhadap kedaulatan Israel dan "garis merah" dalam hubungan diplomatik.
Dalam surat kepada pengawas perbankan Israel, Dani Khachiashvili, ia menuduh bank-bank Israel bersikap terlalu berhati-hati karena menolak memberikan layanan kepada individu yang disanksi, dan menyebutnya merugikan warga sendiri.
Pada 5 Juni 2025, Smotrich meningkatkan tekanannya. Ia mengancam akan mengusulkan undang-undang yang mewajibkan bank membayar kompensasi besar kepada nasabah yang terkena sanksi jika layanan mereka ditolak.
Bahkan, ia mengusulkan agar Bank Israel, sebagai bank sentral, membuka rekening khusus bagi warga yang terkena sanksi.
Menurut Smotrich, bank-bank Israel bisa dan seharusnya menentang sanksi ini, bahkan sampai membawa kasusnya ke pengadilan internasional.
Namun, kenyataannya, bank-bank Israel menghadapi dilema besar: jika mereka tidak mematuhi sanksi UE, mereka berisiko kehilangan akses ke sistem keuangan global seperti SWIFT, dan bisa terkena sanksi sekunder dari negara-negara barat.
Sebagai respons, Bank Israel menerbitkan pedoman baru yang mencoba menyeimbangkan antara kepatuhan terhadap hukum internasional dan hak nasabah.
Meski begitu, kasus seperti gugatan Eitan Yardeni terhadap Bank Leumi sebesar 1,1 juta shekel menunjukkan bahwa konflik hukum domestik masih terus berlangsung.
Langkah Smotrich menuai kekhawatiran luas. Menantang sanksi internasional bisa membuat Israel terisolasi dari jaringan perbankan global, yang akan merugikan tidak hanya individu yang disanksi, tetapi juga pelaku bisnis dan nasabah biasa yang butuh layanan perbankan lintas negara.
Selain itu, usulan agar Bank Israel secara aktif melayani individu yang dikenai sanksi memunculkan pertanyaan serius tentang independensi bank sentral.
Hal ini bisa mengikis kepercayaan investor dan menimbulkan ketidakpastian ekonomi di tengah situasi geopolitik yang sudah menegang.
Di luar UE, sejumlah negara seperti Inggris, Kanada, dan Prancis juga mengecam kebijakan Israel. Inggris bahkan telah menjatuhkan tiga putaran sanksi terhadap pemukim selama 2024 dan 2025.
Pada Mei 2024, ketiga negara tersebut mengeluarkan pernyataan bersama yang mengkritik operasi militer Israel di Gaza dan menyerukan penghentian perluasan pemukiman.
Swedia dan Slovenia juga menyuarakan kemungkinan menjatuhkan sanksi kepada pejabat Israel, termasuk Smotrich, karena situasi kemanusiaan yang memburuk. Namun, upaya memperluas sanksi di tingkat UE terhambat oleh perbedaan politik internal.
Misalnya, pada Mei 2025, Hungaria memveto usulan sanksi tambahan terhadap pemukim, dengan alasan ketidakseimbangan karena tidak ada tindakan serupa terhadap Hamas.
Meskipun desakan datang dari parlemen UE dan lebih dari 160 organisasi HAM, termasuk Amnesty International, untuk melarang perdagangan dengan pemukiman ilegal, belum ada kesepakatan baru sampai pertengahan 2025.
Konflik ini mencerminkan ketegangan yang terus berlanjut antara kebijakan domestik Israel dan tekanan internasional soal hak asasi manusia.
Pemerintah Netanyahu tetap berkeras memperluas pemukiman di Tepi Barat, meski terancam sanksi baru. Di sisi lain, UE dan kelompok masyarakat sipil terus menuntut akuntabilitas.
Bagi perbankan Israel, situasi ini adalah ujian besar. Mereka harus menavigasi tekanan dari dalam negeri sekaligus menjaga hubungan dengan sistem keuangan global.
Smotrich mungkin mendapat dukungan dari basis politik sayap kanan, tapi kebijakannya bisa membawa dampak ekonomi dan diplomatik yang lebih luas bagi Israel.
Sanksi UE terhadap pemukim Israel dan reaksi keras dari Smotrich mencerminkan konflik antara kepentingan nasional dan tekanan internasional. Ancaman undang-undang baru dan potensi isolasi dari sistem keuangan global membuat posisi bank-bank Israel semakin sulit.
Meski komunitas internasional terus mendorong keadilan atas pelanggaran hak asasi manusia, perbedaan politik di dalam UE sendiri menjadi penghambat langkah lebih lanjut. Hingga Juni 2025, situasi ini tetap berkembang dan membawa konsekuensi besar bagi hubungan Israel dengan dunia luar.
0Komentar